Jam menunjukkan pukul 7 malam. Malam ini
Dina memilih untuk diam di kamarnya sendirian, ia tak ingin pergi kemana - mana dan sungguh tak ingin diganggu oleh
siapapun. Akhir – akhir ini entah mengapa banyak sekali hal – hal yang
menjengkelkan terjadi dalam dalam hidup pikirnya. Kenapa masalah tak
mengenakkan silih berganti datang menghampirinya. Belum juga selesai urusan pelik
dengan dosen tentang argumentasi yang menyudutkan saat dikelas dulu berujung
pada nilai yang menurutnya tidak fair.
Kini nambah lagi urusan organisasi yang
yang tak kalah memanaskan hati. Betapa tidak kasus permasalahan penyalahgunaan
keuangan organisasi yang hari ini santer menjadi perbincangan di Himpunan,
mencatut namanya sebagai salah seorang tertuduh. Dalam isu tersebut uang
organisasi digunakan oknum bendahara yang mengelolanya untuk keperluan pribadi.
Namun dina merasa tidak pernah memakai sepeserpun uang di organisasi tersebut.
Dina memang Bendahara dua di Himpunan kampusnya. Bersama Sari Sebagai Bendahara
utama serta Nanda sebagai Bendahara 1. Dan menurut informasi yang didapatinya
ternyata Sari dan Nandalah yang menggunakan uang tersebut. Sore tadi, ia habis
berdebat hebat dengan kedua rekannya tersebut, karena ulah mereka kini dina
juga ikut terkena getah pula untuk bertanggung jawab kaerena dananya akan
segera digunakan untuk acara organisasi. Dina hanya ngga habis pikir saja
mengapa mereka bisa – bisanya melakukan hal tersebut.
Malam itu sebenarnya ia juga ada janji
dengan pacarnya, tapi urung ia batalkan karena badmood yang melandanya itu. Ia
hanya bergelut dengan buku catatan kecilnya. Adalah kebiasaannya untuk
menuliskan segala permasalahan yang dihadapinya dengan menuangkannya pada tulisan.
Menurutnya selama ini, itulah cara terbaik untuk membuang stress yang
melandanya. Berlembar – lembar halaman telah selesai ia tuliskan, namun
sepertinya kegelisahan diwajahnya masih nampak begitu jelas. Dengan ekspresi
kesal yang terukir diwajah, ditutuplah buku catatan itu. Ia memandangi cover
catatannya itu sambil memainkan pena di atas buku tersebut, pikirannya
menerawang akan sesuatu. Dan beberapa saat kemudian ia bangkit dan mengambil
laptopnya yang terletak tak jauh dari tempat tidurnya.
Dinyalakanlah laptop itu dan kemudian ia membuka skype serta situs
chatting instan favoritnya yang terhubung ke banyak orang diseluruh dunia. Mungkin ini bisa sedikit menenangkan
pikirnya. Tak membutuhkan waktu lama bagi Dina untuk terhubung dengan dunia
maya. Dunia keduanya bahkan mungkin bagi kebanyakan orang saat ini.
Di situs chating instan itu, semua orang
di dunia terhubung disitu. Yang Dina suka dari Chatting instan ini adalah,
karena hanya cukup daftar jadi anggota dan online maka semua orang bisa chatting
dengan siapapun yang ia minati asalkan ia sedang online. Tak perlu menunggu
ijin pertemanan ataupun follow - followan seperti kebanyakan situs media sosial
saat ini, Jadi lebih bebas dan lebih menyenangkan. Kalo tertarik tinggal ajak
chatting kalo tidak tertarik tinggal tekan tombol next. Dina sudah online,
ditelusurinya orang – orang di sana yang berubah acak terus menerus seiring
ditekannya tombol next. Ia bisa melihat rupa orang seluruh dunia di situs chat
instan ini, mulai dari orang Amerika, Inggris, Italy, Turki, Mesir, India,
China dan banyak lagi termasuk orang orang Indonesia. beberapa saat ia terlihat
mengetik di papan keyboardnya, ia sedang chatting dengan seorang pemuda
hispanik yang nanya – nanya hal basa – basi kepadanya. Dina hanya menjawab singkat
dan seadanya. Ia merasa malas karena yang seperti ini ujung – ujungnya minta
yang macam – macam. Ditekannya tombol next, seorang pria berusia 40 an dari
yunani. Ditekannya lagi, kali ini seorang Gadis berwajah arab dari Mesir. Dina
menyapa dengat chat namun beberapa saat kemudian si gadis arab itu telah pergi
dan berganti seorang pria yang kalau dilihat dari fotonya seperti rupa – rupa
orang Turki. Sang pria itu menyapa
“Hi
yang disana”
“Hi
Juga” balas Dina
“Sedang
apa ? bagaimana kabarnya disana ?”
“Ga
ngapa – ngapain. Hmmm, baik-baik aja” jawab dina asal
“Boleh tau namanya siapa ? “
“Dina”
“Aku
Mert dari Angkara, senang bertemu denganmu Dina”
“Oke
Mert“
“Punya
Skype ? ini akunku Mert-nurhy kalo mau kita bisa chat disana”
Dina sebenarnya tidak begitu tertarik
untuk menanggapi Chat dari Mert namun entah mengapa ia tambahkan juga nama
mert-nurhy tersebut di akun skypenya yang sudah On dari tadi itu. mungkin
karena sudah terlalu lama dan bosan gonta – ganti orang untuk chat. Beberapa
saat kemudian nampaklah seseorang yang mengaku namanya mert itu di layar
laptopnya. Dina juga sudah mengaktifkan cameranya jadi ia juga nampak jelas di
salah satu sudut layar itu. Dina agak terheran
dengan sosok yang dilihatnya, difoto chatting tadi foto pria ini tersenyum
lebar dan nampak ceria. Namun saat ini keceriaan itu tak nampak, yang nampak
hanya wajah kaku nan serius yang memelototi kamera web sambil mengetik – ngetik
disana. Sungguh berbeda dengan yang diperkiraanya.
“Hi
Dina, terima kasih sudah di tambahkan jadi teman skype” jawab mert serius sambil
mengangguk-nganguk ringan.
“
Oke” Jawab Dina sambil menerka – nerka tipikal orang didalamnya. Menerut pengalamannya
selama ini tentang wajah seseorang, Mert adalah orang yang baik, wajahnya
menggambarkan keramahan meskipun seperti ada mendung yang menggelayuti
wajahnya. Matanya kuyu dan keningnya seperti tergambar garis – garis yang
menggambarkan masalah. Dina entah mengapa tiba – tiba menjadi penasaran dengan orang
yang di depannya tersebut. Kemudian dia memancing sebuah pertanyaan seperti
menyelidik secara halus
“Malam
ini menyenangkan sekali ya mert, bagaimana menurutmu ? J “
“
ya tak terlalu buruk “ jawab mert serius
Tak
terlalu buruk ? Dina dibuat makin penasaran dengan pernyataan dari mert itu
“
wah, serius amat ya. Sepertinya kamu ini ganteng lo kayaknya kalo tersenyum
mert” pancing Dina lagi
Beberapa
detik kemudian benarlah ia terbawa pancingan dari Dina. Mert tersenyum dengan
agak malu – malu di seberang layar sana. Dina juga tersenyum kecil.
“Gitu
dong, nambah lo cakepnya”
Dan
semakin lebarlah senyum Mert, ia seperti tak sadar dengan pancingan dari Dina.
Dina berpikir bahwa mert sedang memiliki masalah berat sehingga secara tak sadar
mengabaikan aspek – aspek dugaan yang biasa muncul pada seseorang yang tak
berbeban berat pikirannya. Pujian yang sebenarnya pancingan itu telah
mencaairkan segala kebekuan di wajah pria tersebut. Mert sekarang nampak lebih
santai dengan senyum yang tergambar ringan di wajahnya. Namun wajahnya masih
menyimpan beban. Dina terus memancing mert, dengan percakapan – percakapan ringan
dan mengalir.Dan perlahan keluarlah permasalahan yang dihadapi mert yang membuat
wajahnya mendung tersebut. Dina akhirnya tahu juga akar masalahnya. Mert banyak
masalah di tempat kerjanya di perusahaan komputer, menurutnya bosnya menekan
dia.
“Rasa
– rasanya aku ingin menangis Din “
“Pria
juga manusia mert, jadi tak masalah untuk menangis, kalo gak pernah nangis
malah aneh : D ”
“Sorry
aku nanggis, Aku malu Din”
“tidak
apa – apa. Masalah jangan disimpen sendiri, dishare ke orang yang kamu percaya
biar gak jadi penyakit” Ketik Dina.
Beberapa
saat dina terkesiap, ia seperti tak sadar dengan apa yng telah di ucapkannya
kepada Mert. Ia merasa malu dengan kata – katanya, kata yang dirinya sendiri tak
melakukannya.
Kemudian, Dina hanya memasang senyum
tipis menyungging, baru kali ini ia melihat seorang pria menangis di depannya
meskipun hanya tangis yang ditahan – tahan. Hal ini baginya seperti sebuah permainan
tebak – tebakan saja dan dia merasa menang serta ia lupa akan masalah dengan
organisasinya.
Waktu bergulir cepat, kedua orang ini
seperti lupa waktu karena keasyikan dengan chatnya tersebut. Dan sepertinya
mereka berdua sedang menikmati hidup mereka dengan menanggalkan beban
permasalahan yang sedang dihadapi. Mereka saling saut sautan, dalam chat
awalnya memang dina yang banyak bertannya kini mert juga tak mau kalah. Sungguh
serulah apa yang mereka perbicarakan mulai dari promosi negara mereka masing -
masing, pekerjaan, hobi, pengalaman dan berbagai macam hal lainnya. Dina
berhenti sejenak dari Chat, ia ingin mengambil minuman.ketika Dina melihat jam
di kamarnya ternyata sudah jam 1 pagi. dia agak sedikit kaget. Mert berhenti
menuliskan chat, matanya kembali sayu lagi.
Dina,
kamu sudah punya Pacar ?, dina membaca psan chat dari Mert sedangkan mertnya
tidak ada di depanya, hanya kasur kamarnya saja yang nampak.
“ya, aku sudah pacar” ketik dina dengan cepat.
Kemudian
terlihatlah mert di depan sana sambil membawa Bunga. Dina hanya tersenyum
tipis. Didalam benaknya ia berpikir, begitu mudahnya membaca pikiran seorang
laki – laki.
“
Pacarmu sungguh beruntung” jawab mert
“haha,
terima kasih mert. Semoga kamu segera juga dapat yang baik.” Jawab dina
“maaf,
udah malam ini, aku keluar ya”
“Ok
Din, Have nice dream. See you ”Jawab mert
Logged Out
Dina termenung, ia teringat akan segala
percakapannya dengan Mert. Tidaklah sebentar ia berpikir akan bayangan kata –
kata yang telah ia ketik. Ia geram dan menyumpahi dirinya, kenapa begitu sok
tahu, sok bijaksana dan sok lebih baik dari Mert. Padahal dirinya sendiri belum
seperti itu adanya dan apalagi dia seorang perempuan. Sungguh tidaklah patut
seharusnya. Ia insaf mungkin masalah yang beberapa hari ini menghampirinya
merupakan jalan penerang akan segala kebodohan yang menghinggapinya selama ini.
sumber gambar : http://www.ladiesflight.com/2012/04/17/
No comments:
Post a Comment