Tuesday, December 1, 2015

Resensi Roman Merantau Ke Deli - Buya Hamka

Sumber gambar Gema Insani

Novel ini merupakan salah satu novel klasik yang dibuat buya hamka pada sekitar tahun 1939 dan dimuat pada sekitaran tahun 1940-1941. Kisah roman ini merupakan salah satu cerita yang sangat menarik disamping novel lain karangannya semisal Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Roman ini mengangkat isu tentang adat minang masa itu, poligami dan kebiasaan sosial di daerah perantauan. Dalam pembukaan buku ini, Buya Hamka mengisahkan bahwa cerita pada roman ini terilhami pada keadaan sosial masyarakat kala itu di daerah deli yang mana merupakan sebuah kota yang memiliki kegiatan ekonomi yang cukup maju yang menjadikannya magnet bagi para perantau.

Roman ini menceritakan kehidupan seorang bernama Leman, seorang pedagang kain muda dari Minangkabau yang mengadu nasib di perantauan (Deli). Di kota inilah ia bertemu dengan seorang perempuan bernama Poniem. Poniem adalah seorang bekas pekerja perkebunan dan karena ia cantik maka ia menjadi istri simpana dari mandor kebun. Di area perkebunan inilah mereka bertemu, ketika Leman berjualan, sedang poniem tentu saja dikenal karena seorang istri dari mandor. 

Setelah bertemu beberapa kali Leman menaruh hati kepada poniem dan Ia ingin memperistrinya. Ia tidak peduli dengan status Poniem yang sebagai istri mandor dan ia adalah orang Jawa ( inilah yang akan menjadi masalah dikemudian hari). Awalnya Poniem menolak karena takut akan nasibnya, ia tahu betul adat minang dan ia tak ingin senasib seperti perempuan lain yang menikah dengan pemuda minang yang akhirnya hanya diperah saja. Namun karena niat maupun rayuan Leman, akhirnya runtuhlah pendiriannya. Leman pun sebenarnya sudah dinasehati Bagindo kayo agar tak menikahi Poniem, namun leman tak mengindahkannya. Dan mereka Pun menikah.

Awal pernikahan mereka dirajut dengan mengupayakan membesarkan dagangan kain yang telah Leman rintis. Berkat kerja keras dan ketekunan keduanya, perlahan namun pasti makin besarlah toko mereka. Dan untuk membantu mengoperasikan kegiatan toko tersebut, Leman mempekerjakan seorang pemuda Jawa bernama Suyono. Hadirnya Suyonopun semakin memperbesar usaha Leman.

Mereka berdua hidup bahagia namun sayang, pernikahan yang hampir 5 tahun belum juga membuahkan seorang anak. Dan pada suatu ketika, mereka merencanakan untuk mengunjungi kerabat leman yang di minangkabau. Dan inilah awal segala permasalahan yang akan menghancurkan kehidupan rumah tangga mereka. Ketika di kampungnya, leman tergoda untuk menikah lagi sebab desakan sanak saudaranya. Karena bagi orang minang, menikah dengan orang selain minang adalah sebuah hal yang sangat tidak disarankan. Baiknya menikah dengan sesama orang minang saja. Selain karena adat, ada motif lain yang menyebabkan hal tersebut yakni karena leman adalah seorang pedagang kaya. Dan ternyata Lemanpun tak kuasa menahan godaan hawa nafsu mudanya ketika melihat gadis yang di tawarkan padanya. Mariatun gadis minang nan cantik dari keluarga terpandang.

Leman akhirnya menikahi Mariatun ( Ia melanggar sumpahnya untuk setia pada Poniem ). Poniem pun mengijinkan, meskipun dengan sangat berat hati, karena ia merasa Leman adalah satu- satunya pegangan hidupnya. Ia tak memiliki siapa – siapa lagi di dunia ini, hanya leman sajalah. Sedang mariatun sendiri menikahi leman tak lebih karena alasan materi semata. Setelah selang beberapa tahun pelan-pelan rumah tangga yang dimadu ini mulai memercikkan api dalam hubungan rumah tangga. 

Hal ini karena Leman tidak adil dalam memperlakukan Kedua istrinya terutama yang tertua. Kedua perempuan ini sering bercekcok mulut dan puncaknya adalah ketika Poniem bertengkar hebat memperebutkan sebuah kain dengan mariatun. Dan karena seperti membela mariatun atau memang ingin mebuang poniem. Leman memisah kedua perempuan tersebut dan yang tak disangka – sangka adalah ia menjambak Poniem, menendangnya dan yang menyakitkan adalah mentalak 3 istri pertamanya tersebut. Dan poniem tanpa pikir lagi, ia segera meninggalkan leman, Suyono tak tega melihat hal tersebut dan iapun menyusul poniem ke Medan.

Setelah kepergian kedua orang jawa tersubut, surutlah usaha Leman. Besar pasak daripada tiang. Ia insyaf bahwa selama ini yang banyak berjasa besar membesarkan usahanya adalah Poniem dan Suyono. Namun bagaimana, Nasi sudah menjadi bubur. Sesal panjang dirasainya.

Tahun berlalu dan keadaan pun berganti. Melihat keadaan poniem yang ddemikian Suyono menaruh simpati pada poniem. Ia ingin menikahi poniem, meskipun poniem usianya jauh lebih tua darinya dan mengabaikan hal – hal lainnya. Kemunngkinan karena ia ingin menolong janda tersebut. Dan menikahlah mereka, dan keadaan sekarang berbalik. Mereka berdua semakin naik berkat kerja keras, cermat dan hemat dalam menjalankan usahanya. Sedangkan Leman makin terpuruk dengan utang-utangnya.

Pada suatu hari suyono dan poniem berencana membeli sebidang tanah, dan diptuskanlah untuk membeli tanah di tempat dulu mereka tinggal di deli. Disana bertemulah antara mereka berempat Poniem,suyono,leman, dan mariatun. Keadaan telah terbalik. Sungguh melihat kenyataan tersebut bahwa orang yang dulu dihina dan dibuangnya kini telah berganti kulit. Sungguh leman tak kuat hati menahan malu dan terlebih ia tak ingin harga dirinya tercoreng dengan kebaikan kedua orang ini. sehingga ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Minangkabau.

Kisah dalam novel ini sangat mengharukan, banyak hikmah – hikmah kehidupan yang bisa diambil. Dan tentu saja ini adalah salah satu daftar favoritku yang baru. semoga Resensi Novel Roman Merantau ke Deli ini bisa memberi informasi tambahan sebelum anda membeli Buku ini. secara pribadi Novel Roman karya buya hamka satu ini sangat rekomended.
           


Saturday, November 21, 2015

Little Darling

Kenapalah acapkali seseorang bergelimang duka dengan masa lalu. Kesedihan, ratapan hingga perih tak bermuara kadang harus di lalui dalam diri. Namun, apakah yang membuat semua itu layak dan memiliki arti. Tak sedikitpun kecuali hanya berakhir pada dada sesak membungkus lara itu tadi. Masa lalu serupa kenangan, suka maupun tidak ia akan selalu mengikuti setiap jalan hidup meskipun kau berlari sampai ke ujung langit, takkan pernah mampu untuk menghindarinya. Terima sajalah lalu biarkan terlepas.

Sore itu di jalan selatan kota Jogja, Terlihat iring – iringan tiga bus berukuran sedang yang membawa rombongan mahasiswa yang hendak menjalani makrab jurusan. Mereka adalah mahasiswa jurusan Geografi dari sebuah kampus negeri di Kota Jogja. Bus–bus tersebut mengarah ke pantai parangkusumo. Hari sudah menunjukkan pukul 4 sore ketika rombongan tersebut sampai di lahan parkiran. Perlahan satu persatu pintu bus terbuka, terlihat pertama orang yang keluar itu adalah seorang Pemuda berusia sekitar 21 tahunan dangan seragam kaos polo merah yang membawa backpack kecil. Perawakannya sedang dengan wajah khas orang melayu. Dialah Danis, mahasiswa semester 5 dari palembang. Dialah yang mengetuai acara ini. Dari raut mukanya dia nampak orang yang Calm.

Semua peserta serta panitia telah turun dari bus, segeralah mereka berbaris rapi menuju gumuk pasir parangkusumo yang lokasinya tak begitu jauh dari parkiran tersebut. Ada 80 peserta serta 50 panitia dalam acara ini. Para peserta terlihat riang-riang saja, ini tidak lebih adalah acara makrab kekeluargaan dan tak ada kekerasan sama sekali.

Sejak Turun dari Bus Danis tak banyak bicara, ia hanya berkata seperlunya saja memberikan instruksi kepada seluruh panitia dan ketua lapangan acara ini, karena semua pekerjaan teknis memimpin acara sudah diplotkan ke Jordan Sebagai Ketua lapangan. Tak ada pekerjaan teknis baginya sore itu. Jadi ia lebih banyak untuk mengawasi teman – teman panitia dari kejauhan. Semua peserta beserta pendamping terlihat berbaris rapi menuju lokasi perkemahanr. Kala itu ia berada di belakang dan sengaja memautkan diri agak jauh dari rombongan. Ia berjalan santai menikmati matahari sore yang perlahan – lahan mulai menampakkan cahaya keemasan. Angin pantai pun tak mau kalah, ia berhembus cepat menembus pohon – pohon cemara yang tumbuh sepanjang jalan. Bulan september adalah salah satu moment yang bagus untuk melihat keindahan sunset di pantai ini.

Dari arah belakang terdengar suara motor mendekat ke arahnya, Danis masih terpesona dengan keindahan sore Parangkusumo. Semakin dakat tiba–tiba ia dibuat kaget oleh suara klakson motor tersebut.

tiiit titt

“Sialan” gerutu danis dalam hati, kemudian ditengoknya arah belakang.
“Mas Danis, Jangan kebanyakan nglamun lo” suara seorang perempuan
Ternyata Risa, panitia konsumsi. Mahasiswi semester 3 dari Bandung
“Butuh boncengan ga Mas” sapanya dengan wajah ceria
“Duluan saja Ris” jawab Danis dengan senyum yang dipaksakan
“Okelah Mas, daaa” Risapun berlalu mengejar rombongan

Percaya atau tidak, telah lama diam–diam Risa menaruh hati pada Danis semenjak mengenal pemuda itu semenjak Ospek. Namun sayang gayung itu belum bersambut jua, namun Risa tak pernah padam. Ia hanya mencoba menaruh harapan.Danispun sebenarnya sudah mengetahui bahwa Risa menaruh hati padanya, namun ia tak memberi tanggapan apapun akan hal tersebut.

Entahlah Mengapa suasana sore itu membawa pikiran Danis pada seorang perempuan yang telah membekukan hatinya. Seseorang bernama Indah yang hadir pada tahun terakhir SMA. Seseorang yang mampu membuat Danis rela melakukan apapun dan yang telah membuat hatinya gelap diliput kabut. Apalah yang istimewa dari Indah pikirnya. Rasa benci ataukah masih ada perasaan padanya. Ia sendiri masih kabur memahami ini. Bukankah di Jogja ribuan mahasiswi cantik menjamur di tiap – tiap sudut. Lagipula soal penampilan dia juga tidak begitu jelek, malah banyak lawan jenis yang memuji tampangnya. Kadang ia menertawai dirinya sendiri. Sungguh konyol, tapi begitulah kenyataannya.

Malam itu cuaca cerah, langit malam berhias bulan sabit bersama bintang – bintang kemilauan menampakkan keindahannya. Semua peserta terlihat membentuk sebuah lingkaran besar di gumuk pasir malam itu. masing masing dari mereka membawa senter dan di tengah lingkaran tersebut tersulut puluhan lilin besar yang berlindungkan cerobong kaca  membentuk piringan besar seperti api unggun. Malam sudah nampak sepi, meskipun waktu baru berada pada angka 9 malam. Yang terdengar hanyalah suara semilir angin malam dari laut selatan. Sudah saatnya acara perenungan, dimana sehabis matahari tenggelam hingga sekarang mereka telah melakukan bermacam kegiatan seperti games serta solidarity time yang lumayan menguras tenaga.

Sang pembawa acara sudah berada di tengah lingkaran, ia sepertinya sudah bersiap dengan berbagai cerita maupun gombalan sandiwara untuk disuguhkan kepada mahasiswa – mahasiswa tersebut seperti tahun-tahun sebelumnya. Danis beserta panitia lain berada dibelakang peserta. Mungkin ini akan sedikit memberikan hiburan baginya. Tak jauh, terlihat Risa yang dari tadi mencuri pandang pada Danis. Dilihatnya Danis Malam itu dengan samar–samar, wajah yang tertampak cahaya lilin itu begitu memesona hatinya. Lain halnya dengan Danis yang pandangannya  tertuju pada lilin–lilin di tengah sana. Ia sibuk bergumul dengan pikirannya.

Mengapa dulu kukenal Indah, mengapa ku mengenalnya dan bodohnya mengapa ku mencintainya. Mengapalah ia tak mau pergi dari pikiran ini, apalah yang salah denganku ini ? banyak wanita yang menanti, namun tetap saja perempuan satu ini selalu datang membayang” Pikirannya masih menerawang, sampai beberapa saat sebelum tersadar kembali logikanya.

Terdengarlah suara pembawa acara yang mencoba membuat suasana menjadi lebih hening dan Khidmad ”....terimalah masa lalu yang sudah terlampau, biarlah ia mengalir ke muara, jangan kau halangi jalannya dengan egomu. hidupmu adalah sekarang, bahagiamu ada di depan ...”kata pembawa acara.

Betapa bodoh seorang lelaki memikirkan perempuan yang berkhianat, betapa bodoh seorang lelaki yang bergelut dengan perasaan menciutkan, betapa bodoh lelaki yang lupa akan rahmat sekarang dan harapan masa depan, Oh God. How stupid me....”

Setelah perenunungan, seluruh peserta di persilahkan untuk istirahat sembari menunggu jam 12. Mereka diminta untuk tidur di lautan pasir ituataupun kalau tidak bisa menikmati suguhan langit malam. Semua panitia mulai bersiap untuk kegiatan selanjutnya, yakni perjalanan menuju bukit Gupit. Bukit ini berada di sebelah timur parangtritis dan memerlukan waktu tempuh berjalan kaki selama satu jam dari parkir kendaraan. Beberapa diantara panitia sudah sibuk mempersiapkan pos dalam perjalanan. Semua panitia yang tidak mendampingi peserta mulai berjalan duluan untuk menempati pos mereka. Dan kebetulan Danis dan Risa menempati pos yang sama di pos terakhir yang ada di dekat puncak Gupit.

Mereka berjalan beriringan bersama teman teman panitia yang lain, mereka memilih berjalan dibelakang. Awalnya risa terlihat bersemangat untuk memperturut rute jalan yang lumayan terjal dan panjang itu, ia beberapa langkah didepan Danis ingin mengejar teman yang lain. Danis terheran, sungguh lucu melihat tingkah perempuan di depannya ini, ia hanya senyum-senyum sendiri di perjalanan itu, namun senyum itu tersamarkan oleh gelap malam tanpa penerang. Risa tak mengetahui hal tersebut. Beberapa saat kemudian dilihatnya risa berhenti berjalan. Dilihanya ia nampak kelelahan mendaki jalan bukit tersebut. Nafasnya terengah - engah.

“Mas, pos kita masih jauh tidak ?” katanya
“masih lumayan Ris” jawab Danis dengan senyum tersamar
“Lumayan jauh ?”
“ya begitulah, masih ada tiga tanjakan lagi” jawab danis
“Mampus”

Mereka berdua mulai jalan lagi, Danis berjalan santai saja. Beberapa teman panitia sudah menempati pos mereka masing - masing. Risa ada di depan, tak berselang lama ia kembali berhenti.

“Mas, istirahat aja dulu ya, sumpah capek banget”
“tinggal satu tanjakan Ris, nanggung banget berhenti disini” jawab Danis terkekeh
“aduh, sebentar ajalah mas”
“di depan situ pemandangannya bagus lo, pos kita ada di situ”
“huh...” gerutu risa mulai melangkahkan kaki. Ia terpaksa daripada ditinggal sendirian

Merekapun kembali berjalan menapaki tanjakan terakhir, risa tak mau kalah ia tak ingin dianggap lemah, ia berjalan buru – buru didepan.
“santai aja Ris”

Danis tersenyum saja. Dan kemudian teringat kebajikan bahwa kala mendaki sebuah gunung ataupun yang serupa, akan terlihat bagaimana sifat asli orang tersebut. Ia melihat tingkah Risa yang kelihatan childish itu dan tak sadar bahwa perlahan timbul benih suka dihatinya. Segeralah Danis mendekati Risa yang berjalan semakin melamban karena terengah – engah.

“Biar aku yang bawa ranselmu” sergah Danis mengambil tas Risa di punggungnya. Risa tak menjawab, ia hanya menunduk kelelahan dan sepertinya mengiyakan. Ia berpikir sejenak apakah ini sinyal dari Danis.

Tanjakan terakhir memang yang paling berat, Risa seolah sudah tak mampu lagi berjalan

“Masih jauh mas ?”
“Udah deket kok, santai aja ris, Gak usah terburu – buru”

Tiba–tiba Risa menggamit lengan Danis untuk berpegangan, dirasainya lengan dan jari pemuda itu. Danis hanya diam, pikirannya mencair seolah kebekuan masa lalunya mencair seketika itu juga. Digenggamnya erat tangan Risa dan dibantunya ia naik keatas. Dan tak berselang lama sampailah mereka di pos puncak. Sembari menunggu kedatangan peserta ke pos mereka menjulurkan kaki di dekat tebing itu menikmati keindahan kerlap kerlip lampu kawasan parangtritis yang begitu indah dari bukit atas sana.

Hati itu telah mencair

Menjelang pukul 2 malam, terlihat dalam bayang-bayang berlatarkan cahaya kerlipan lampu, Dua sosok tersebut telah bersanding dalam sebuah ikatan perasaan. Mungkin memang sudah saatnya untuk melepaskan yang telah berlalu.

Dan pagi itu mentari tampak begitu indah, dan semua peserta seolah tersenyum dipagi itu kepadanya. Entahlah...


(Terinspirasi dari lagu The beatles - Here Come the Sun)

Resensi Novel Hujan Bulan Juni

Novel ini adalah sebuah pengembangan dari puisi - puisi Sapardi djoko damono yang berjudul sama. untuk ukuran sebuah novel, Panjang dari novel ini termasuk singkat, jumlah halamannya tidak lebih dari 135 halaman. Yang menarik perhatian dari novel ini adalah bahwa karya ini bersumber dari puisi - puisi dasyat dari Sapardi.

Novel ini bermula pada kisah seorang dosen Muda Universitas Indonesia bernama Sarwono yang berasal, seorang antropolog cerdas yang memiliki banyak prestasi dalam penelitian dalam bidang antropologi. Sarwono digambarkan sebagai sosok yang mandiri dan tak ingin menggantungkan diri pada orang tuannya. sejak kuliah ia sudah terbiasa mengirimkan karya - karya tulisnya ke redaksi penerbitan yang ada di jakarta untuk menyambung hidup dan kuliahnya di sana. Pada kisah ini tertulis bahwa tiga puisinya diterbitkan di surat kabar. puisi ini tak disebutkan diawal cerita, karena puisi inilah nanti yang akan menutup novel ini. Puisinya sungguh dasyat. dan dari semua cerita dibuku ini justru tiga puisi tersebutlah yang paling menarik dan begitu berbobot.

Dalam kisah ini terlukis juga kisah cinta sarwono dengan seorang wanita bernama pingkan. Pingkan adalah seorang bedarah Jawa-Manado yang mana juga merupakan dosen briliant pada bidang kebudayaan jepang di Universitas Indonesia juga. Pingkan mendeskripsikan dirinya sebagai seorang jawa meskipun raut mukanya lebih mirip orang manado. Hal ini sebab ia sejak kecil telah lama tinggal di solo. pada suatu kesempatan mereka berdua di tugaskan oleh pihak kampus untuk melakukan kunjunghan dinas ke Gorontalo untuk membuka sebuah prodi baru di kampus sana. dari perjalanan inilah hati mereka terbuka dan saling terpaut. setelah beberapa hari di sulawesi utara sudah saatnya mereka kembali lagi ke Jakarta, namun sayang mereka tidak bisa balik bersamaan karena pingkan diminta kerabatnya untuk tinggal seberapa hari disana. dan kabarnya disana oleh tantenya memang pingkan ingin dijodohkan dengan seorang menado. Padahal hati pingkan pada saat itu hanya untuk sarwono belaka. pada jarak yang memisahkan, kisah mereka dihiasi dengan saling berkirim pesan singkat melalui whatsaap untuk melepas bilah - bilah rindu pada diri mereka. 

Kemudian kisah terus berlanjut, ibu pingkan menyetujui hubungan mereka begitupun keluarga sarwono. jalan sudah terbuka lebar untuk hubyungannya. namun yang dirasa berat oleh mereka berdua ( terutama sarwono ) adalah perihal tentang kepergian Pingkan untuk menempuh pendidikannya di Kyoto. Sarwono terus terpikir akan kepergian pingkan ke Jepang. karena disana ada seseorang yang menyukai pingkan, dan pingkan dimasa lalunya juga sepertinya terpikat dengan pria jepang tersebut. Pesan - pesan rutin dari pingkan dari jepang tak surut menghilangkan keresahan hatinya. ia sungguh tak ingin kehilangan pingkan, meskipun ia tahu juga bahwa pingkan juga mencintainya. setelah beberapa bulan kepergian pingkan ke jepang, kesehatan sarwono menurun dan ia tak lagi mengirim kabar ke pingkan beberapa hari. Dan ketika pingkan datang ke jakarta bersama mahasiswa bimbingannya ia barulah mendengar kabar bahwa sarwono sedang sakit parah. Tak ayal lah seketika ia berangkat ke solo dan menyerahkan tugas membumbingnya pada pria jepang tadi. dan ketika ia sampai di solo, segeralah ia menuju rumah sakit dan disana sarwono tergelak lemah. ia dijumpai ibu sarwono di luar dan disitulah koran yang berisi tiga puisi itu tadi diserahkan ke pingkan. Berikut Puisinya:

/1/
Bayang-bayang hanya berhak setia
Menyusun partitur ganjil
Suaranya angin tumbang

Agar bisa berpisah
Tubuh ke tanah
Jiwa ke angkasa
Bayang-bayang ke sebermuda

Suaramu lorong kosong
Sepanjang kenanganku
Sepi itu, air mata itu

Diammu ruang lapang
Seluas angan-anganku
Luka itu, muara itu

/2/

Di jantungku
Sayup terdengar
Debarmu hening

Di langit-langit
Tempurung kepalaku
Terbit silau 
Cahayamu

Dalam intiku
Kau terbenam

/3/

Kita tiada akan bertemu:
Aku dalam dirimu

Tiadakah pilihan
Kecuali di situ?

Kau terpencil dalam diriku
*


Friday, November 20, 2015

Resensi Novel Ronggeng Dukuh Paruk



Ronggeng dukuh paruk adalah novel trilogi yang berkisah tentang kehidupan seorang ronggeng. berikut adalah resensi singkat dari ketiga novel tersebut:

Buku pertama:
Berkisah tentang Rasus dan Srintil sebagai tokoh point dalam buku ini.Namun sudut pandangnya lebih banyak bertumpu pada Rasus. Rasus adalah pemuda ABG Yatim piatu yang ditinggal mati oleh orang tuanya karena sebab bencana keracunan tempe bonggrek bersama belasan anak lainya di dukuh paruk. Sedangkan Srintil adalah seorang gadis 3 tahun lebih muda dari Rasus yang mana ia adalah calon Ronggeng di Dukuh Paruk.

Kisah ini berlangsung di dukuh paruk, dukuh kecil yang jauh dari kota dan terasing. Dukuh ini terkenal dengan budaya ronggengnya (penari penghibur) kemiskinan, kebodohan, kecabulan dan keterbelakangannya. Masyarakat dukuh paruk yang tak lebih dari 25 rumah tangga ini sangatlah kental akan kebiasaan yang berbau mistis. Ronggeng merupakan kehidupan mereka, tiada peduli kemiskinan dan kemelaratan menggelayutinya. Anehnya mereka menganggap perbuatan cabul adalah hal yang tak perlu dirisaukan bahkan kelakuan cabul suami kepada ronggeng malah menjadikan mereka para istri bangga bukan cemburu jika pada perempuan umumnya. Hal inilah yang ditentang oleh pikiran Rasus. Ia tak bisa menerima budaya ini dan membenci budaya dari asal moyannya ini.

Rasus kemudian meninggalkan kampungnya ini dan beberapa tahun kemudian ia menjadi seorang tentara dan menjadi kebanggaan kampungnya.

Hikmah dari kisah ini adalah bahwa :
1.Jangan pernah ada keraguan dalam hidup. Ia ia, tidak tidak.
2.Terkadang apa yang menurut kita benar dari sudut pamdang kita belum tentu benar bagi kita dimasa yang akan datang. Karena pengetahuan yang terbatas saat ini. Karena memang hidup merupakan proses pembelajaran tiada akhir.

Buku kedua
Bercerita bertumpu pada sudut pandang srintil. Buku kedua ini mengisahkan perjalanan pergulatan diri srintil setelah ditinggal oleh Rasus. Ia kecewa dan sangat sedih, namun semua itu berujung pada sikap srintil untuk membalas dendam atas sikap Rasus. Balas dendam dalam arti pergulatan dendam dengan melampiaskan emosi dari dalam diri. Di kisah ini srintil semakin memaklumi dan paham akan lelelakian. Dan pada beberapa alurnya, ini bercerita tentang srintil yang menjadi semacam istri percobaan bagi seorang pria yang mungkin dirasa bersikap keterbelakangan mental. Dan kisqh ini berujung akan srintil ingin berhenti menjadi Ronggeng.

Hikmah: 
1.Tentang bagaimana memahami seseorang dengan ciri fisik, tabiat dan cara bertutur kata. Memahami orang lain dari bahasa tak terucap namun terlihat.
2.Pergulatan diri akan selalu terjadi pada diri seseorang. Dan itu semua akan semakin mendewasakan pikiran .

Buku Ketiga
Kisah terakhir ini adalah puncak dari cerita dukuh paruk ini. Srintil telah membulatkan tekat untuk berhenti menjadi seorang ronggeng, ia ingin menjadi wanita sejati. Wanita yang dicintai seorang pria seutuhnya, bukan sekedar kembang pelampiasan dari nafsu kelelakian. Ia juga berkeinginan untuk menjai ibu rumah tangga. Dalam kisah ini Srintil semakin sadar akan pemahamannya yang keliru akan ronggeng. Saat itu ia sudah berusia 23-25 tahun. dan hidup dalam keterasingan dan rasa bersalah karena disebut-sebut terlibat dalam gerakan PKI saat itu.

Sedangkan Rasus, ia masih bertugas di kalimantan sebagai seorang tentara. Begitupun rasus, ia juga amat sangat kesepian. Tiada siapa-siapa lagi tempat baginya untuk bersandar atau sekedar berpulang. Namun pikirannya masih saja tertancap di tanah kelahirannya, dukuh paruk nan jauh di jawa. Ia juga masih sering kepikiran srintil namun entahlah ia merasa ragu untuk menjadikannya sebagai seorang istri.

Dilain pihak srintil yang begitu berharap akan cinta Rasus Mulai menjalin hubungan dengan seorang kepala proyek yang berpura pura bersimpatik terhafap srintil demi sebuah proyek. Srintil telah kehilangan harapan akan rasus dan harapan satu-satunya adalah pada laki laki kepala proyek tersebut. Ia sudah pasrah dan sangat menggantungkan dirinya pada lelaki tersebut. Namun ketika ia tahu bbhwa ia diperalat. Hancur leburlah harapan,impian srintil. Maka semenjak itulah srintil kehilangan kewarasannya. Dan ketika Rasus Balik kekampung halamannya dengan keinginan untuk menjenguk kampungnya. Ia tetsadar, bahwa gadis yang dulu dicintainya ternyata jadi gila, dan di akhir cerita Rasus mendapatkan pencerahan akan apa yang ia cari selama ini.

Hikmah:
1.jangan terlalu berharap berlebihan kepada seseorang. Sewajarnya saja
2.Kesombongan, keakuan bisa menghalangi kebenaran.
3.Seringkali memang kesepian selalu menjadi musuh buruk bagi jiwa.

Thursday, November 19, 2015

Resensi Novel The Sweet Sin


Kata yang cukup mewakili Novel the sweet sin karya Rangga wirianto putra ini adalah Menarik dan lumayan menghibur. Novel ini berkisah tentang Cinta sesama jenis antara Reino seorang mahasiswa berusia 20 tahun, yang mana merupakan seorang gigolo dan partygoers yang digandrungi tante-tante dengan Ardo seorang penyiar berita di stasiun TV lokal berusia 25 tahun. Kisah ini bersetting di kota pelajar Yogyakarta pada tahun 2011-2012.

Reino yang seorang gigolo dimana kehidupannya berantakan akibat masa lalu keluarganya dipertemukan secara tidak sengaja dengan Ardo ketika Reino ditemukan olehnya pingsan setelah dihajar oleh segerombolan pria yang membencinya. 

Dan dari situlah kisah mereka bermula, Reino merasa Ardo adalah sesosok seseorang yang sepertinya hilang dari kehidupannya(Ayahnya yang meninggalkan keluarganya). Ardo cerdas dan dewasa, Reino selalu mati kutu dengan kata-katanya. Ia juga merasa aman dan diperhatikan oleh Ardo. Dan entahlah tiba - tiba ia merasakan sesuatu hal yang aneh saat bersama Ardo, ia berusaha menolak perasaan itu karena mana mungkin ia yang seorang gigolo kakap bisa menyukai seorang laki - laki. namun entahlah setelah beberapa kali pertemuan akhirnya Reino menyerah dan seolah gayung bersambut disaat mereka liburan di merapi mereka resmi menjalin hubungan. Meskipun Reino masih dengan ketidakpercayaanya bahwa ia bisa menyukai laki - laki.

Seiring waktu bergulir hubungan mereka semakin intim dan dalam. Dan puncaknya ketika tersurat kabar bahwa Ardo akan dijodohkan oleh orang tuanya. Disinilah gejolak hubungan mereka, Reino tidak menginginkan hal ini dan ketika Ardo memberi tahu bahwa ia menerima tawaran dari orang tuanya itu (terpaksa karena keadaan ayahnya yang sakit dan pertimbangan rasional ) Reino terguncang dan ia menghindar dari Ardo bukan karena benci melainkan karena terlalu menyayangi Ardo dan tak ingin melepaskannya. Dan pada saat menghilang itulah ia belajar akan hakikat mencintai dan melepaskan. Dan ia sudah putuskan bahwa ia harus menerima keputusan itu,namun ketika ia sudah kuat dan berniat melepaskan Ardo, Disaat ia memutuskan untuk menemui Ardo untuk membicarakan hubungan mereka, giliran Ardolah yang tak ingin melepaskan Reino, ia merasa begitu menyesal atas keputusannya itu. Namun Reino sudah memutuskan untuk melepaskan Ardo agar ia menikah dengan Rezta. Meskipun sesungguhnya ia sangat berat untuk melepaskan Ardo. Dan akhirnya merekapun berpisah dengan cara yang baik dengan segala keharuan dan kegundahan antara keduanya. Dan semenjak itu Reino berusaha untuk tidak memikirkan Ardo, biarlah ia jadi kenangan.

Akhirnya setahun kemudian Ardo dan rezta menikah. Dan Reino lulus kuliah dan ia dapat beasiswa ke Belanda.
"Ketika kita memutuskan untuk siap memiliki, maka kita harus siap pula untuk melepaskan"

Semoga Resensi novel the sweet sin ini bisa menjadi referensi sebelum anda memutuskan untuk membelinya.

Resensi Novel Madame Bovary

Madame Bovary adalah sebuah novel klasik yang berkisah tentang kehidupan seorang wanita cantik bernama Emma dalam menjalani hidup bersama seorang dokter bernama Charles Bovary. Novel ini berkisah pada abad pertengahan 18 yang bersetting di Prancis. Kesan pertama ketika membaca alur ceritanya ialah adanya nama-nama yang hampir sama pada tokoh, padahal sebenarnya hal tersebut adalah nama keluarga atau kiasan layaknya seperti di indonesia. Sehingga akan membingungkan bagi pembaca yang belum terbiasa dengan gaya penyampaian inisial seperti itu. Cerita diawal memang relatif datar, namun semakin kebelakang semakin menarik meskipun dengan gaya cerita yang sangat deskriptif. Novel ini juga lumayan tebal 506 halaman.

Alur cerita pada novel Madame Bovary:
Emma menikah dengan seorang dokter. Dokter ini memiliki karakter yang menurut Emma sangat membosankan, kurang peka, dan bahkan menurutnya bodoh dalam hal hubungan keluarga. Sungguh bukan karakter suami yang di idamkannya. Meskipun Charles adalah tipe pria yang setia. Setelah mengarungi beberapa tahun pernikahan Emma merasa semakin kosong, hampa dan menderita dengan keadaan yang dialaminya. Saat itu uang dan kehormatan bukan menjadi perhatiannya, ia hanya memkirkan tentang hati dan perasaannya yang hampa dalam pernikahannya. Setelah beberapa tahun akhirnya ia dan charles dikaruniai seorang anak peremuan yang diberi nama berthe. Berthe lebih banyak diasuh oleh oleh pembantunya(felicite) daripada oleh ibunya sendiri. Sehingga emma semakin terbenam kedalam perasaanya tersebut.

Dan pada akhirnya, kekeringan jiwa tersebut menariknya untuk melakukan perbuatan - perbuatan yang berbahaya dan bahkan keji. Ia melampiaskan kekosongan tersebut dengan jalan perselingkuhan. Pria pertama yang menjadi teman selingkuhnya adalah Leon, Pemuda yang usianya lebih muda darinya yang bekerja pada tetangganya di firma hukum. Leon kebetulan juga tergila-gila dengan emma sehingga jalan untuk melakukan perselingkuhan tersebut semakin terbuka. Namun ketika leon harus melanjutkan pendidikannya ke kota, Emma kembali merasa hampa. 

Kemudian muncul pria pengganti bernama Rhodolpe, seorang playboy yang suka mendominasi dalam hubunngan. rhodolpe inilah pria yang membuat Emma sungguh tergila - gila. emma telah takluk kedalam pelukan pria ini. Emma rela melakukan dan bahkan memberikan apapun untuk pria ini. Namun sebenarnya Rhodolpe tidak lain hanyalah mencari kesenangan seks belaka. Rhodolpe pernah berjanji untuk membawanya kabur dari kehidupannya sekarang. namun ia membatalkan dan meninggalkan emma. emma hancur lebur karena hal tersebut, ia hampir gila karena ditinggalkan oleh Rhodolpe. dalam keadaan yang demikian justru charleslah yang setia menemani. Namun sungguh sayang, kebaikan dan cinta Charles tersebut tak dapat menembus hati Emma. Emma masih saja merasa dirinya hampa, kosong dan tidak bahagia. Padahal suaminya orang terpandang, berkecukupan, ia juga memiliki anak yang cantik. Ia merasa bahwa pernikahannya dengan charles adalah kesalahan besar. 

Setelah beberapa bulan berjalan akhirnya Emma sembuh juga dari sakit yang disebabkan oleh kedukaan karena pengkhianatan yang telah dilakukan oleh Rhodolpe. Ia berusaha untuk melupakan pria tersebut sebisanya meskipun dirasa memang sangat berat ia rasa. suatu ketika tanpa sengaja ketika ia dan Charles datang ke kota untuk melihat opera, mereka bertemu kembali dengan Leon. Dari situlah hubungan terlarang yang dulu sempat padam kini bersemi kembali. Emma sebenarnya sudah tak ingin menjalin hubungan dengan Leon, namun karena godaan dari Leon yang menggairahkan dirinya serta karena adanya perasaan kosong yang masih menghantuinya. Jatuhlah ia kembali ke hubungan gelap itu. namun pada hubungan kali ini Emma lebih mendominasi Leon daripada yang sebelumnya.

Emma semakin menggila dengan kehidupan gelapnya, ia sungguh tiada peduli lagi akan beban beban yang ia berikan kepada charles dengan gaya hidupnya yang flamboyan dan boros. utang demi utangpun tidak dapat terhindarkan, ia tak peduli asalkan ia mendapatkan kebahagiaan yang dicarinya. Utangnya semakin lama semakin berkembang dan menumpuk hal ini disebakan karena ia meminjam utang tersebut kepada seorang rentenir yang memperdayanya. dan pada akhirnya ketika tagihannya membengkak dan ia tak dapat melunasinya, disitalah rumah Charles satu - satunya. ia sungguh merasa bersalah kepada Charles akibat sikap - sikapnya selama ini. Ia berusaha mencari pinjaman, baik kepada keluarga, tetangga maupun mantan kekasih gelapnya yang kesemuannya membuatnya kecewa, terutama Rhodolpe dan Leon. Ia sungguh putus asa dan ingin mengakiri penderitaan hidup yang ia alami selamma ini. Iapun akhirnya meracuni dirinya sendiri dengan arsenik dan esoknya ia meninggal.

Charles menyalahkan dirinya sendiri akan kematian Emma, ia merasa kematian tersebut adalah karena dirinya yang tidak dapat membahagiakannya ( padahal ia adalah korban ). Suatu ketika ditemuinya surat - surat cinta Emma dari Rhodolpe yang tersimpan di lemari emma. ia shock mengetahui hal tersebut. namun yang aneh justru ia memaklumi hal tersebut dan ia kembali menyalahkan dirinya. Dan karena kesedihan dan kesepian yang dilandanya akhirnya Charles pun menyusul emma, sedangkan Berthe ikut bibi nya dan menjadi pekerja kasar.

Meskipun tokoh pada novel Madame Bovary ini tidak berakhir bahagia, namun banyak hikmah yang bisa dipetik dari kehidupan tokok-tokohnya. Semoga resensi novel ini bisa memberikan sedikit informasi tambahan bagi anda yang berencana untuk membelinya.

Joni Telah Pergi

Denting suara jarum jam bergema pelan di dalam pikiran ini, tiap detik yang ditempuhnya semakin memperdalam halusinasi. Aku yang seorang diri bertemukan mata ini pada sebuah album foto yang tak sengaja dahulu terabadikan. Foto yang tidak lain hanyalah beberapa gambaran tak bertema seperti kail pemantik masa lalu. Dalam album itu terdapat kumpulan foto – foto yang diambil saat acara kantor di tepian pantai barat setahun silam. Acara yang biasa dilakukan ketika ada karyawan baru dari kantor. Semacam penyambutan. Kala itu acara dibuat untukku, seseorang dari tanah jawa yang baru saja lulus dari bangku kuliah. Seseorang yang baru menginjakkan kaki di tanah kalimantan. Serta seseorang yang belum begitu paham akan bahasa persahabatan. 

Mataku masih saja terpana pada sebuah foto selfie yang entah mengapa dua hari ini selalu menjadi perhatian dalam benak ini. Membayang selalu dan entah mengapa foto ini membuat diri ini jatuh kedalam kubang kesedihan, kesedihan yang hadir karena kerinduan yang muncul begitu saja terkenang akan masa lalu. Didalam foto tersebut terbingkai kami berlima dari divisi finance yang sedang asik menikmati senja bersama – sama, berlatar langit senja dengan kawan lain yang sedang asik dengan bola volinya. Aku, Joni, erwin, Daniel dan Robert. Namun entahlah, mengapa mataku tak berhenti untuk memandangi orang yang satu ini, Joni. Si raja lawak yang baru saja mengajukan resign dari kantor untuk melanjutkan pendidikannya ke inggris. 

Joni adalah orang pertama yang kukenal di kantor ini, itupun ia yang berinisiatif memperkenalkan diri kepadaku. Ia memang kocak dan tindakannya sangat konyol bahkan terlihat bodoh. Meskipun aku tak pernah tahu pasti akan bagaimana sebenarnya dirinya.Karena aku memang jarang menggali informasi akan dirinya bahkan ketika ia kerap kali mencoba ingin menjalin persahabatan denganku, namun yang kadang mengherankanku ialah ia termasuk karyawan berprestasi di kantor. Di kantor aku memang dikenal sebagai orang yang dingin, serius dan kurang humoris. Jadi mungkin wajar hanya beberapa orang saja yang ingin berdekatan denganku, Selebihnya tak lebih dari sekedar hubungan professional kering belaka. Namun joni tidak demikian, ia tak mempedulikan perkataan atau anggapan tersebut. Ia sepertinya malah ingin berteman denganku meskipun seringkali aku bersikap seperti tiada peduli dengan hal tersebut. 

Entahlah pikiranku kembali menerawang saat mendengar kabar pengunduran dirinya lusa kemarin. Pagi itu aku seperti biasa, berjalan kaki ke kantor yang terletak di area perkantoran kota pontianak. Jarak kantor memang tak begitu jauh dari kontrakanku. Pagi itu kujumpai Joni yang juga hendak berangkat kerja 

“Hei,good morning, How are you buddy ? tanyanya riang 
“Baik”. Jawabku singkat dan tak acuh 
“How about your weekend ?” 
“baik. eh, kau lahir di inggris ya ? ”sindirku 
“wow, no no no. Im indonesian. Im just trying to get better on that language”. Jawabnya melawak. 
“Do you have hear any rumors ?” sambungnya 
“Rumor apa ?”
 “ohh, nothing. forget it” 

Dan tak berselang lama kami sudah sampai di kantor. Kami seruang karena memang berada pada divisi yang sama, divisi finance pada perusahaan pertambangan biji besi yang berkantor pusat di Pontianak.  Meja kerja Joni berada di seberang pojok yang agak jauh dari mejaku. Pagi itu suasana ruangan finance terasa ada yang sedikit berbeda, kulihat beberapa staf HRD mengunjungi Joni untuk kesekian kali. Entah apalah gerangan, tak tahuku pasti hanya tidak seperti biasanya saja. Pada sekitaran pukul 10.00 ia menyampaikan perihal pengundurannya. Aku terkejut mendengarnya. Seperti tidak percaya saja akan hal itu. Memang aku bukan orang yang begitu peduli dengan dirinya selama ini, bahkan acapkali aku meremehkan leluconnya yang kurasa kurang menarik. Namun dia tidak pernah menghindar karena sikapku tersebut. Bahkan ia berusaha untuk menjalin persahabatan denganku. 

Tapi kenapa disaat ia akan pergi kurasakan seperti ada yang hilang. Entah apa sebab namun demikianlah adanya. Tak lama kemudian Daniel menghampiri Joni yang memang meja kerjanya tidak begitu jauh. Kudengar agak jelas percakapan mereka. 
“Jon, tak ada hujan tak ada angin, kau tiba-tiba hendak resign. Ada masalah sama bos ?” Tanya Daniel 
“Haha gak ada, aku cuma mau melanjutkan studi. lamaran beasiswaku ketrima” jawab Joni 
“Kemana ?" 
“Ke Inggris, chevening award” “wahhh, hebat kau” 
Erwin dan Robert pun segera bergabung dengan mereka. Ditanyailah Joni oleh mereka. Sedangkan aku masih saja berpura –pura sibuk dengan laporan bulanan. Padahal telinga dan pikiran ini tertuju kepada perbincangan mereka. 
“kapan kau balik ke jakarta ?” tanya Erwin 
“Besok pagi” “Wah buru - buru amat, Okelah good luck aja jon, jangan lupa ngasih kabar ke kita ya” sahut Robert 
“ sippp” jawabnya sambil tersenyum tipis 

Waktu menunjukkan waktu istirahat siang, semua karyawan satu demi satu bergegas keluar. Kala itu aku masih dalam ruangan dan joni terlihat sibuk mengemasi barang – barangnya. Tadi ia sudah berpamitan dengan teman – teman kantor lainnya. Tinggal aku saja sepertinya belum menanyai, entahlah mengapa egoku begitu besarnya, bahkan untuk sekedar menanyai seseorang yang tak akan lama lagi hendak pergi. 

Dan akhirnya ia datang sendiri kepadaku 
“Hei Ron, kelihatannya lagi sibuk ni “tannyanya 
“iya deadline akhir bulan”jawabku
“Ron aku pamit dulu ya, sorry kalau mungkin selama ini aku ada hal – hal yang kurang berkenan” tuturnya serius meskipun kulihat ada keharuan di wajahnya. 

Aku tak memberikan sebuah jawaban, hanya sedikit menganggukkan kepala. Meskipun sebenarnya aku ingin bercakap banyak hal padanya. Lidahku seperti terkunci untuk berbicara. Aku ingin berterima kasih kepadanya. Terima kasih karena tanpa kusadari kekonyolannya selama ini memiliki tempat tersendiri bagiku. 

“Ok Sob, aku cabut dulu. See you next time” ucapnya sambil menyalami ku. 

Dan iapun segera berlalu. sungguh kusumpahi diriku saat itu, mengapa hanya berdiam diri saja tidak berusaha melakukan sesuatu untuk memberikan kesan terakhir, sebuah penghormatan kepada seseorang yang mungkin takkan berjumpa lagi. Lalu tanpa berpikir panjang, segeraku bergegas turun ke lobby bawah untuk mengejar Joni, kutinggalkan meja kerjaku berserakan dengan laporan yang belum selesai tersebut. Hah apalah pentingnya kertas – kertas berangka bodoh tersebut. Esok juga kan kujumpai lagi. 

Joni sudah berada di lobby utama gedung kantor, kususul ia segera. Setelah ada tak jauh darinya kupanggil ia 
“Jon, tunggu” 
“Hei, ada apa ron ?” sedikit keheranan 
“besok kau terbang jam berapa ? 
“ jam 7 pagi”
“besok ku antar ke bandara ya ?” 
“mmm, bolehlah kalau kamu ngga sibuk” mukanya keheranan melihat tingkahku 
Itulah mungkin kesempatan terakhir, aku tak ingin sesal panjang menghampiriku karena ego ini. 

Esok pagi kujemput joni di kontrakannya, kusewa sebuah mobil MPV untuk mengantar ia ke bandara supadio di Kuburaya. Aku tak peduli kalo hari ini harus telat untuk bekerja ataupun kalau perlu tidak masuk saja sekalian. Ia nampak heran melihat tingkah ku ini. Mungkin ia baru kali pertama ini melihatku berbuat seperti demikian. Ia hanya tersenyum pagi itu, mungkin ia melihatku lucu saja orang yang begitu dingin ini kiranya juga bisa melakukan hal – hal yang aneh juga. Jam 6.35 sampailah kami. 
“Makasih Ron sudah mau repot – repot ngantar ke sini” 
“biasa ajalah”jawabku 
“Oke, pesawatnya kayaknya udah mau berangkat ini, aku harus segera cabut. eh, nanti jangan lupa ngasih kabar” 
“Dan aku pengen pesen padamu, kau jangan terlalu serius – serius amatlah, kamu harus banyak tertawa” katanya dengan mata meyakinkan. 

Kemudian ia menyergapku untuk beberapa saat lalu segera bergegas masuk ke dalam bandara. Aku masih berdiri di lobby depan mencoba mencerna kata-kata yang barusan diucapnya tersebut. Sekarang barulah aku tahu akan apa yang ia lakukan selama ini dengan segala lelucon itu. Tepat jam 7 pesawat yang di tumpanginya segera lepas landas. Dan pesawat itupun kini telah berhasil membawa sepotong bagian dari kehidupanku yang maknanya baru kusadari saat ini. Selamat jalan kawan terima kasih atas hiburannya selama ini, semoga kelak dapat berjumpa kembali. 

Kututuplah album itu dan segera kumatikan ponselku.         

Sumber gambar: amitytravel.co.id

Friday, August 14, 2015

Maafkan Ibumu Ini Nak

Hari telah larut, kumandang isya telah terlantun lama ketika di bagian kecil desa itu, disebuah rumah yang berhiaskan lampu – lampu neon yang temaram tenang itu di datangi satu demi satu tetangga maupun kerabat yang seolah tergesa – gesa ingin masuk kedalam rumah sederhana itu. apalah gerangan terjadi dirumah itu ? adakan sesuatu hal yang mengusik warga dari rumah itu ? ah, bukanlah demikian adanya.

Beberapa orang ibu – ibu yang tak lebih dari empat orang bergerombol di depan rumah itu, di dalam sepertinya sudah tak ada tempat lagi. Mereka terlihat serius sambil berbisik – bisik pelan dengan ekspresi yang sangat aneh, antara keheranan, penasaran, atau mungkin rupa-rupa perumpi tepatnya. Sekilas terdengar percakapan mereka.
“Makin parah sepertinya” kata seorang ibu - ibu
“Iya ya Bu, Mungkin sudah waktunya kali”sahut seorang ibu – ibu pendek disampingnya
“Aduh Bu, jangan ngomong yang tidak –tidak” ibu – ibu satunya

Ya begitulah sekilas, dan di beberapa tempat di dalam kasak – kusuk juga tak henti hentinya terdengar di sudut rumah itu. Ternyata sumber dari segala kasak kusuk yang jadi di dalam rumah itu adalah seorang nenek tua yang sedang terbaring lemah di kamarnya. Namanya Surati.Dikamar itu ia tidaklah sendiri, di sekelilingnya nampak banyak ibu – ibu yang mengelilingi tempat tidurnya. Ada yang berdiri dan ada yang duduk khidmat. Muka mereka semua seoalah berpadu untuk menampakkan keprihatinan melihat sosok nenek tua yang mungkin sedang berjuang dengan hidupnya. Berjuang dalam bilik kehidupan bersamping dengan pintu keabadian yang mendekat. Disamping nenek itu terlihat seorang dokter pria muda bersama seorang lelaki berusia 40han yang bersimpuh disamping nenek itu. itulah Pak Alim, anak bu surati. Muka lelaki itu berkalut duka, air matanya mengalir terus seiring dengan kalimat – kalimat doa yang ia lantunkan tak henti – hentinya.

Sang nenek hanya diam saja namun nafasnya terlihat berat dan tersengal – sengal. Dadanya naik turun seiring dengan usaha menarik udara masuk kedalam paru – parunya. Matanya masih terbuka memandang lurus keatas dinding kamar, ia masih sadar namun seluruh badan sungguh terasa berat dan tak mau digerakkan. Lunglai tak berdaya di atas dipan. Beberapa saat kemudian terlihat, ia dengan lirikan pelan matanya mencoba memandangi orang – orang yang berada di dalam kamar itu. satu per satu dipandanginya. Ia kenal mereka semua. mereka semua adalah para tetangga, cucu serta sanak keluarganya.

Dan tiba tiba entah apa yang terjadi pendengaranya seperti mendengar dengkingan panjang yang aneh dan tiba – tiba ia tidak bisa mendengarkan apapun dan seperti tertarik kebelakang oleh waktu, ingatanya kembali 25 tahun yang lalu. Dilihatnya dirinya yang sedang duduk anggun di belakang bendi bersama suaminya tercinta, Pak Darno beserta kedua anaknya Alim dan Nurti yang masih berusia belasan. Bendi itu akan mengantarkan mereka ke rumah baru, rumah yang begitu di idam – idamkan olehnya, rumah hasil kerja kerasnya selama lima belas tahun menjadi juragan tanah di desa tersebut. Dan kebetulah hari itu adalah tahun ke 15 usia pernikahannya. Ia mengadakan hajat besar syukuran di rumah baru itu. seluruh warga desa diundang dan terhitung ada tiga sapi yang di sembelih untuk mengadakan hajatan. sungguh suatu bentuk pagelaran kemakmuran bagi ukuran warga di desa kala itu. Ia sungguh gembira bagaikan seorang yang teramat penting, disambut banyak orang orang yang sudah berjejer rapi menghadiri pesta hajatan didepan rumah besar baru tersebut.

“Selamat ya Yu, selamat ya Mbok Dhe, selamat ya Mbak” berbagai ucapan membanjirinya

Sungguh gagah memang rumah barunya itu, sebuah rumah kayu bergaya jawa klasik yang nampak megah dengan tiang-tiang kayu jati nan kokoh berhias dengan ukiran-ukiran jepara yang tiada duanya. Sungguh wajah kepuasan dan kebanggaan nampak di wajahnya kala itu. sebuah pencapaian yang luar biasa dimasanya. Namun mengapa tiba-tiba rumah yang dilihatnya itu kabur dan lama lama menjadi gelap dan berubah kembali seperti semula, wajah-wajah haru yang mengelilinginya. Sungguh apakah ini sebenarnya, manakah ini yang nyata, mengapa ia berlalu cepat.

“Mak, cepat sembuh Mak” seru Pak alim dengan suara serak

Tak berselang lama ia merasakan bahwa salah satu tangannya dipengang oleh seseorang, genggaman itu dikenalinya, genggaman dari anak laki – lakinya yang bersimpuh disamping dari tadi. Laki – laki itu menaruh kepala diatas genggaman tangan ibunya. sang ibu yang dalam ketidakberdayaan masih bisa merasakan bulir – bulir air mata hangat jatuh di genggaman tangan itu. Dadanya tiba - tiba bergemuruh, muka sang nenek tiba – tiba mengkerut seperti orang yang hendak menangis namun wajah itu itu terlihat janggal yang terlihat hanya matanya yang kian menyipit dan muncul rembesan – rembesan kecil di pelupuknya membentuk aliran kecil.

Kemudian teringatlah ia akan segala tindak budi kepada kedua anaknya, Alim dan Nurti di tahun tahun yang telah berlalu lama. Sungguhlah penyesalan yang teramat berat dirasainya saat ini jikalau mengingat itu. Ingatlah ia bayang – bayang dirinya yang sedang memaki – maki Alim. Kala ituAlim datang menanyakan kejelasan akan tanah yang ditinggalinya kala itu. Alim hanya bertanya karena ia mendengar dari istri barunya bahwa Nurti ( saudaranya ) telah dibagi atas hak tanah rumahnya, bahkan Nurti mendapat 25 persen lebih banyak termasuk rumah itama milik ibunya.

“Mak, katanya si nurti baru saja balik nama sertifikat rumah ini ya Mak ?”

“Ia lim, kenapa ?” jawab Bu Surati

“Oh, ya syukurlah mak. Saya hanya ingin nanya  tanah rumah saya itu mak, gimana itu kapan sertifikatnya bisa saya pegang sendiri ? terus tanah yang di tegal itu jadinya milik nurti semua ya mak”

“Kamu ini gimana to Lim, masih syukur – syukur kamu masih tak beri tanah buat didirikan rumah, sertifikat mah biar aku saja yang bawa”jawab bu surati

“Saya hanya pingin kejelasannya mak, tak ada maksud lain – lain”

“Alah Lim, wes wes. Kapan – kapan saja. Kamu ini dari dulu selalu sewot dengan apa yang mak lakuin, dari duru selalu ngeyel ( membantah )”

“Tapi Mak, biar jelas. Saya iklas kok Nurti mak kasih jatah lebih banyak dari saya. Saya Cuma ingin kejelasan dari rumah saya itu mak”

“Ealah, kamu ini emang ngga bisa dibilangin yaa Lim, sudah dewasa sudah beristri masih ae tak punya sopan santun sama orang tua. Sana – sana mak mau ketemu pakdemu di pasar Jati” usir Bu surati kepada Alim kala itu

Pak Alim kala itu hanya pasrah dan sungguh heran dengan peringai ibunya yang selama ini selalu membedakan perlakuan dengan adik perempuannya, Nurti. Sejak kecil Nurti selalu dituruti segala keinginannya, sedangkan alif tak dianggap. Ia hanyalah selalu mendapat jatah sisa. Bahkan rumah megah milik ibunya itupun sudah diatas namakan kepada Nurti. Dan mungkin karena selalu dituruti dan paling dipilih kasih sama ibunya inilah yang menjadikan Nurti berani dengan ibunya itu suatu saat.

“Mak, sampean sekarang ikut saja ke rumah mas Alim. Saya sudah ngga sanggup mengurus mak. Mak selalu bikin repot keluarga saya. Sudah – sudah, sekarang giliran mas Alim yang mengurus Mak, masa harus saya terus”

“Tapi Nduk” sela bu surati

“Halah, sudah mak, bosen saya. Nanti barang – barang mak biar saya yang ngantar ke rumah mas alim”

Dan saat ini jelaslah sudah. Bu surati terusir dari istana megah masa lalunya. Ia di usir nurti anak perempuan yang paling disayanginya setelah semua yang dimilikinya diberikan pada Nurti. Dan yang lebih menyakitkan adalah Nurti bersama suaminya menjual banyak sekali tanah – tanah hasil kerja keras ibu Surati tanpa ada sedikitpun rembuk rukun bersamanya. Inilah sumber penyesalan besar dari Bu surati. Nurti benar – benar telah menenggelamkannya dalam dasar kekecewaan hidup sebesar – besarnya. Anak yang paling dicintainya ternyata yang paling keji juga meggoreskan luka dalam hidupnya.

Namun kabar – kabarnya, Nurti beberapa bulan yang lalu telah tiada. Menurut kabar ia terkena serangan jantung dan tak tertolong lagi.

***

Dilihatnya Pak Alim yang masih tertunduk disampingnya, entah tenaga dari Mana tiba – tiba terdengarlah geraman suara lemah Bu Surati yang lemah tak berdaya.

“Emmmmhhhh, leeee’’ (le = anak laki-laki) geraman bu surati

Pak Alim masih tertunduk, namun dari belakang beberapa ibu – ibu memberi tahunya

“Mas, mas, ibunya sampean bicara itu ... “

Dengan tergagap gagap pak Alim bangkit mendekatkan mukanya ke dekat muka Bu surati

“Iya Mak, cepat sembuh Mak, Alim Minta maaf ya Mak, selama ini alim selau buat susah mak” kata pak alim

Tidak nak, seharusnya yang meminta maaf adalah aku, bukan kamu. Astagfirullah, sungguh betapa kejinya aku selama ini. Anak yang kusiakan ini ternyata berhati malaikat. Sungguh buruklah peringaiku ini ya Tuhan. Ampunilah aku, aku menyesal, sungguh – sungguh menyesal Ya Tuhan. Jikalau masihlah ada kesempatan biarkanlah aku untuk meminta maaf padanya. Mudahkanlah lidah ini bersuara Ya Tuhan.

Namun percuma lidahnya sungguh terasa kaku. Air mata bu Surati deras mengalir. Pak Alim berusaha menyeka air mata di pelupuk ibunya itu. dipandangilah mata ibunya itu. dan disitu pak alif melihat pancaran insaf dari mata itu. Pak Alif hanya menganggung – ngangguk dan tak berapa lama kemudian turutlah ia menangis. Karena seseorang dihadapannya tersebut kini telah berpulang kembali kepada pemilik sejatinya.

Sumber gambar:www.dailymotion.com

Thursday, August 13, 2015

Chatting Semalam Mengajariku


Jam menunjukkan pukul 7 malam. Malam ini Dina memilih untuk diam di kamarnya sendirian, ia tak ingin pergi kemana  - mana dan sungguh tak ingin diganggu oleh siapapun. Akhir – akhir ini entah mengapa banyak sekali hal – hal yang menjengkelkan terjadi dalam dalam hidup pikirnya. Kenapa masalah tak mengenakkan silih berganti datang menghampirinya. Belum juga selesai urusan pelik dengan dosen tentang argumentasi yang menyudutkan saat dikelas dulu berujung pada nilai yang menurutnya tidak fair.

Kini nambah lagi urusan organisasi yang yang tak kalah memanaskan hati. Betapa tidak kasus permasalahan penyalahgunaan keuangan organisasi yang hari ini santer menjadi perbincangan di Himpunan, mencatut namanya sebagai salah seorang tertuduh. Dalam isu tersebut uang organisasi digunakan oknum bendahara yang mengelolanya untuk keperluan pribadi. Namun dina merasa tidak pernah memakai sepeserpun uang di organisasi tersebut. Dina memang Bendahara dua di Himpunan kampusnya. Bersama Sari Sebagai Bendahara utama serta Nanda sebagai Bendahara 1. Dan menurut informasi yang didapatinya ternyata Sari dan Nandalah yang menggunakan uang tersebut. Sore tadi, ia habis berdebat hebat dengan kedua rekannya tersebut, karena ulah mereka kini dina juga ikut terkena getah pula untuk bertanggung jawab kaerena dananya akan segera digunakan untuk acara organisasi. Dina hanya ngga habis pikir saja mengapa mereka bisa – bisanya melakukan hal tersebut.

Malam itu sebenarnya ia juga ada janji dengan pacarnya, tapi urung ia batalkan karena badmood yang melandanya itu. Ia hanya bergelut dengan buku catatan kecilnya. Adalah kebiasaannya untuk menuliskan segala permasalahan yang dihadapinya dengan menuangkannya pada tulisan. Menurutnya selama ini, itulah cara terbaik untuk membuang stress yang melandanya. Berlembar – lembar halaman telah selesai ia tuliskan, namun sepertinya kegelisahan diwajahnya masih nampak begitu jelas. Dengan ekspresi kesal yang terukir diwajah, ditutuplah buku catatan itu. Ia memandangi cover catatannya itu sambil memainkan pena di atas buku tersebut, pikirannya menerawang akan sesuatu. Dan beberapa saat kemudian ia bangkit dan mengambil laptopnya yang terletak tak jauh dari tempat tidurnya.

Dinyalakanlah laptop itu  dan kemudian ia membuka skype serta situs chatting instan favoritnya yang terhubung ke banyak orang diseluruh dunia. Mungkin ini bisa sedikit menenangkan pikirnya. Tak membutuhkan waktu lama bagi Dina untuk terhubung dengan dunia maya. Dunia keduanya bahkan mungkin bagi kebanyakan orang saat ini.

Di situs chating instan itu, semua orang di dunia terhubung disitu. Yang Dina suka dari Chatting instan ini adalah, karena hanya cukup daftar jadi anggota dan online maka semua orang bisa chatting dengan siapapun yang ia minati asalkan ia sedang online. Tak perlu menunggu ijin pertemanan ataupun follow - followan seperti kebanyakan situs media sosial saat ini, Jadi lebih bebas dan lebih menyenangkan. Kalo tertarik tinggal ajak chatting kalo tidak tertarik tinggal tekan tombol next. Dina sudah online, ditelusurinya orang – orang di sana yang berubah acak terus menerus seiring ditekannya tombol next. Ia bisa melihat rupa orang seluruh dunia di situs chat instan ini, mulai dari orang Amerika, Inggris, Italy, Turki, Mesir, India, China dan banyak lagi termasuk orang orang Indonesia. beberapa saat ia terlihat mengetik di papan keyboardnya, ia sedang chatting dengan seorang pemuda hispanik yang nanya – nanya hal basa – basi kepadanya. Dina hanya menjawab singkat dan seadanya. Ia merasa malas karena yang seperti ini ujung – ujungnya minta yang macam – macam. Ditekannya tombol next, seorang pria berusia 40 an dari yunani. Ditekannya lagi, kali ini seorang Gadis berwajah arab dari Mesir. Dina menyapa dengat chat namun beberapa saat kemudian si gadis arab itu telah pergi dan berganti seorang pria yang kalau dilihat dari fotonya seperti rupa – rupa orang Turki. Sang pria itu menyapa

“Hi yang disana”
“Hi Juga” balas Dina
“Sedang apa ? bagaimana kabarnya disana ?”
“Ga ngapa – ngapain. Hmmm, baik-baik aja” jawab dina asal
 “Boleh tau namanya siapa ? “
“Dina”
“Aku Mert dari Angkara, senang bertemu denganmu Dina”
“Oke Mert“
“Punya Skype ? ini akunku Mert-nurhy kalo mau kita bisa chat disana”

Dina sebenarnya tidak begitu tertarik untuk menanggapi Chat dari Mert namun entah mengapa ia tambahkan juga nama mert-nurhy tersebut di akun skypenya yang sudah On dari tadi itu. mungkin karena sudah terlalu lama dan bosan gonta – ganti orang untuk chat. Beberapa saat kemudian nampaklah seseorang yang mengaku namanya mert itu di layar laptopnya. Dina juga sudah mengaktifkan cameranya jadi ia juga nampak jelas di salah satu sudut layar  itu. Dina agak terheran dengan sosok yang dilihatnya, difoto chatting tadi foto pria ini tersenyum lebar dan nampak ceria. Namun saat ini keceriaan itu tak nampak, yang nampak hanya wajah kaku nan serius yang memelototi kamera web sambil mengetik – ngetik disana. Sungguh berbeda dengan yang diperkiraanya.

“Hi Dina, terima kasih sudah di tambahkan jadi teman skype” jawab mert serius sambil mengangguk-nganguk ringan.
“ Oke” Jawab Dina sambil menerka – nerka tipikal orang didalamnya. Menerut pengalamannya selama ini tentang wajah seseorang, Mert adalah orang yang baik, wajahnya menggambarkan keramahan meskipun seperti ada mendung yang menggelayuti wajahnya. Matanya kuyu dan keningnya seperti tergambar garis – garis yang menggambarkan masalah. Dina entah mengapa tiba – tiba menjadi penasaran dengan orang yang di depannya tersebut. Kemudian dia memancing sebuah pertanyaan seperti menyelidik secara halus
“Malam ini menyenangkan sekali ya mert, bagaimana menurutmu ? J “
“ ya tak terlalu buruk “ jawab mert serius
Tak terlalu buruk ? Dina dibuat makin penasaran dengan pernyataan dari mert itu
“ wah, serius amat ya. Sepertinya kamu ini ganteng lo kayaknya kalo tersenyum mert” pancing Dina lagi

Beberapa detik kemudian benarlah ia terbawa pancingan dari Dina. Mert tersenyum dengan agak malu – malu di seberang layar sana. Dina juga tersenyum kecil.

“Gitu dong, nambah lo cakepnya”

Dan semakin lebarlah senyum Mert, ia seperti tak sadar dengan pancingan dari Dina. Dina berpikir bahwa mert sedang memiliki masalah berat sehingga secara tak sadar mengabaikan aspek – aspek dugaan yang biasa muncul pada seseorang yang tak berbeban berat pikirannya. Pujian yang sebenarnya pancingan itu telah mencaairkan segala kebekuan di wajah pria tersebut. Mert sekarang nampak lebih santai dengan senyum yang tergambar ringan di wajahnya. Namun wajahnya masih menyimpan beban. Dina terus memancing mert, dengan percakapan – percakapan ringan dan mengalir.Dan perlahan keluarlah permasalahan yang dihadapi mert yang membuat wajahnya mendung tersebut. Dina akhirnya tahu juga akar masalahnya. Mert banyak masalah di tempat kerjanya di perusahaan komputer, menurutnya bosnya menekan dia.

“Rasa – rasanya aku ingin menangis Din “
“Pria juga manusia mert, jadi tak masalah untuk menangis, kalo gak pernah nangis malah aneh : D ”
“Sorry aku nanggis, Aku malu Din”
“tidak apa – apa. Masalah jangan disimpen sendiri, dishare ke orang yang kamu percaya biar gak jadi penyakit” Ketik Dina.
Beberapa saat dina terkesiap, ia seperti tak sadar dengan apa yng telah di ucapkannya kepada Mert. Ia merasa malu dengan kata – katanya, kata yang dirinya sendiri tak melakukannya.

Kemudian, Dina hanya memasang senyum tipis menyungging, baru kali ini ia melihat seorang pria menangis di depannya meskipun hanya tangis yang ditahan – tahan. Hal ini baginya seperti sebuah permainan tebak – tebakan saja dan dia merasa menang serta ia lupa akan masalah dengan organisasinya.

Waktu bergulir cepat, kedua orang ini seperti lupa waktu karena keasyikan dengan chatnya tersebut. Dan sepertinya mereka berdua sedang menikmati hidup mereka dengan menanggalkan beban permasalahan yang sedang dihadapi. Mereka saling saut sautan, dalam chat awalnya memang dina yang banyak bertannya kini mert juga tak mau kalah. Sungguh serulah apa yang mereka perbicarakan mulai dari promosi negara mereka masing - masing, pekerjaan, hobi, pengalaman dan berbagai macam hal lainnya. Dina berhenti sejenak dari Chat, ia ingin mengambil minuman.ketika Dina melihat jam di kamarnya ternyata sudah jam 1 pagi. dia agak sedikit kaget. Mert berhenti menuliskan chat, matanya kembali sayu lagi.

Dina, kamu sudah punya Pacar ?, dina membaca psan chat dari Mert sedangkan mertnya tidak ada di depanya, hanya kasur kamarnya saja yang nampak. 

 “ya, aku sudah pacar” ketik dina dengan cepat.
Kemudian terlihatlah mert di depan sana sambil membawa Bunga. Dina hanya tersenyum tipis. Didalam benaknya ia berpikir, begitu mudahnya membaca pikiran seorang laki – laki.
“ Pacarmu sungguh beruntung” jawab mert
“haha, terima kasih mert. Semoga kamu segera juga dapat yang baik.” Jawab dina
“maaf, udah malam ini, aku keluar ya”
“Ok Din, Have nice dream. See you ”Jawab mert

Logged Out

Dina termenung, ia teringat akan segala percakapannya dengan Mert. Tidaklah sebentar ia berpikir akan bayangan kata – kata yang telah ia ketik. Ia geram dan menyumpahi dirinya, kenapa begitu sok tahu, sok bijaksana dan sok lebih baik dari Mert. Padahal dirinya sendiri belum seperti itu adanya dan apalagi dia seorang perempuan. Sungguh tidaklah patut seharusnya. Ia insaf mungkin masalah yang beberapa hari ini menghampirinya merupakan jalan penerang akan segala kebodohan yang menghinggapinya selama ini.

sumber gambar : http://www.ladiesflight.com/2012/04/17/