Adalah Radit di pojok depan kelas itu, terlihat dia sedang memainkan
Gadget di tangannya. Sendirian disana, entah apa yang sedang dipikirkan,
karena gadget itu sepertinya hanyalah menjadi kamuflase untuk
menghilangkan keresahan yang nampak di wajahnya. Sekian lama disana
datanglah Dessy menghampirinya.
"Hai Dit, Masih ada kelas kamu jam segini ?" tanyanya.
"Eh kamu Des, ah ndak. Ini cuma lagi wifian aja" jawab Radit seadanya.
"Oh, kamu tumben sendirian, biasanya kalo ada kamu pasti ada si Dayak itu, dimana dia ?"
"Dia lagi sibuk nyiapin acara buat besok"
"Acara apa emang ? kok ndak ada kabar-kabar gitu"
"acara himpunan, besok mau ada kunjungan anak kampus dari Jakarta ke sini"
"Oh yaya"
Radit
masih sibuk dengan gadgetnya, sedangkan Dessi sepertinya telah membaca
kegelisahan di raut muka Radit meskipun ia tak mengatakannya.
Kelengangan
membuat Dessi merasa canggung. Semenjak tadi Radit sepertinya tidak
tertarik untuk berbicara dengannya. Apalagi mau dikata ia memutuskan untuk pergi. kemudian iapun bangkit dan pergi dengan
sedikit basa - basi dari mulutnya. Entah kemana, sepertinya ke Kantin
kampus di seberang gedung perpustakaan.
Sore itu masih
begitu terang dan suasana kampus masih syahdunya, terhembus angin
sore dengan cahaya yang mulai nampak kekuning jinggaan. Jam sudah
menunjukkan pukul 5 sore, dan Radit masih setia duduk di bangku kayu
tersebut. Berarti sudah 2 jam Radit tak kemana selain disana dengan
gadgetnya. Entahlah apa sebenarnya yang ia pikirkan, begitu betahnya ia
disana setia pada bangku tersebut. Duduk termenung seperti memikirkan
sesuatu yang teramat berat. Tapi entahlah hanya dirinyalah yang tahu.
Dari gedung
auditorium diseberang sana, nampak Tody sedang hilir mudik membawa
berbagai perlengkapan dekorasi untuk acara penyambutan bosok di kampus
ini. Ia sejak tadi siang sudah ijin untuk tidak ikut kelas siangnya. Ia
diburu deadline, karena memang acaranya begitu mendadak.
Pikirnya tak apalah sesekali ndak masuk kelas itu, toh semester ini ia
ndak pernah absen hadir. Setelah kerjaan terakhirnya selesai
terangkut ke dalam auditorium itu. Ia duduk sejenak di teras dekat
auditorium tersebut untuk istirahat.
"Dy, bantu lah aku." suara seorang dari dalam auditorium.
"Aah kau ini ...., aku dah capek itu kan bagianmu toh, masa cuma masang spanduk gitu aja ndak bisa"
"wuuuuu''
Tody
tak peduli, karena memang itu bukan bagiannya. Ia memandangi sekitarnya
sambil menikmati suasana menjelang mentari tenggelam tersebut. Ketika pandangannya
terarah ke gedung fisipol yang tak begitu jauh dari auditorium ia melihat seaeorang yang pikirnya itu seperti
sahabatnya, Radit. Dan memang benar itu adalah Radit. Tody sedikit
keheranan. Mengapa juga jam segini ia belum balik.
Tody
adalah sahabat dekat Radit, mereka ibarat dua sekawan yang tak
terpisahkan. Masa lalulah yang mendekatkan mereka, saat makrab. Tody
sudah paham betul akan tabiat Radit begitupun sebaliknya. Dimata Tody,
Radit adalah sahabat yang baik, peduli dan setia terhadap sahabatnya.
Bahkan ia sudah dianganggapnya sebagai saudara sendiri. Mereka sering
bertukar pikiran dan dari sanalah Tody mengenal Radit lebih dalam serta
hal-hal yang mungkin dulu sebelum mengenalnya demikian aneh dianggapnya.
Namun sekarang Tody sudah memahami mengapa dan apa hal yang membuat
Radit terlihat begitu pendiam dan seperti anti sosial. Padahal tidaklah
demikian menurut Tody, Radit adalah orang yang benar-benar berbeda dari
yang banyak orang pikirkan pikirkan.
Kemudian Tody
memanggil Radit sambil melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Radit
mendongakkan mengikuti arah suara ini berasal. Tersenyumlah Tody lebar.
Itu adalah sapaan dan panggilannya kepada Radit. Namun Radit tak
beranjak dari duduknya. Ditunggu-tunggu beberapa saat Radit tidak
kunjung mendekat, maka Tody tanpa berpikir banyak langsung menghampiri
Radit sambil berlari - lari. Sepertinya ia sudah memahami
apa yang harus ia lakukan ketika Radit bersikap seperti itu. Ada sesuatu
yang kurang beres dengan sahabatnya itu.
"Eh, kau ngapain bengong sore-sore gini Dit. Udah sore ni, balik yuk" basa-basi Tody.
"okey..." singkat
"Aku ambil tasku sebentar ya, tunggu saja di parkiran"
"ia, jangan lama"
"siap
bos" jawab tody, berusaha sekocak mungkin. Kemudian ia lari, kembali ke
auditorium. Benar dugaannya, bahwa ada sesuatu keresahan diwajah
sahabatnya.
Tak lama berselang, mereka berdua kemudian
pulang menuju kost mereka. sore hampir menjelang magrib, Cahaya keemasan
dari ufuk barat berkilauan menerpa mereka.
"Dit keren banget itu sunsetnya. Kau ndak bawa kamera kah ?"
''ndak e Dy"
"wah sayang "
"heem" singkat.
"kau aneh sekali hari ini ? Ada apa kau ?"
"Ndak apa"
"Masih mikirin cewek itu ? yahhhh... lupain deh"
"Asal ngomong kau"
"hahaha... Dit Dit"
Sorepun
berlanjut membenam sang mentari, dalam kesenyapan sore diatas motor.
Mata Radit tiada hentinya secara diam - diam melirik cahaya keemasan
sore itu. Mata itu telah berbicara, dengan senyum kecil menyungging ke
cakrawala. Namun raut sendu itu masih bersemayam dimuka tersebut. Namun
Tody tiada mengetahui hal itu. Ia sedang sibuk menerka -nerka apa yang
dipikirkan oleh Radit. Entahlah ...
Sesampai dikos Tody bilang ke Radit, jikalau nanti malam ia akan berkunjung ke Kostnya.
Benar,
Pukul 8 malam Tody datang ke kost Radit. Radit sedang santai kala itu,
namun entah mengapa wajah sisa tadi sore belum jua hilang. Tody mencoba
membuka pembicaraan dan mulai bicara sana sini mencoba menghiburnya. Ia
ingin pelan-pelan agar sahabatnya mau membagi cerita jikalau ada hal
yang mungkin mengganjal dihati. Namun Radit seperti semula seolah
seperti tak ada yang perlu diceritakan. Karena tiada membuahkan hasil
dan karena sedikit capek Tody pun tiduran di tempat tidur Radit. Ia
berpikir bahwa sahabatnya itu lagi ingin sendiri saja.
Tody
mau balik pulang, namun Radit sejenak entah mengapa bilang kalo dia mau
nyari Roti bakar terlebih dahulu dan meminta Tody untuk tetap di
kostnya. Di kamar itu ia sedikit bosan karena sendirian, dilihatnya
handphone sahabatnya itu ada di samping bantal. Ia iseng mau nyari game,
ketika dilihat-lihat aplikasi ternyata ada sebuah catatan yang muncul di
active app bar yang entah apa isinya. Dasarnya suka iseng, dibukalah
catatan di HP tersebut, kemudian dibacanya :
"Ya Tuhan,
Kesepian telah merenggut waktuku di masa lalu,
Kini Kau kirimkan sahabat bagiku,
Tody,
Sahabat yang entah bagaimana bisa menerimaku atas banyak kekuranganku ini,
Dia cahaya dalam gelapku,
Dia penunjuk arah ketika aku ragu,
Dia penyemangat kalaku jatuh,
Tuhan,
Saat ini mungkin belum engkau perkenankanku berjumpa dengan calon pendamping sejatiku,
Dan telah berlalu beberapa gadis dibelakangku,
Namun untuk saat ini sahabat telah cukup mengusir kesepian itu,
Maka,Eratkanlah persahabatan kami.
Tanpa
sadar setetes air mata keluar dari matanya. Menggenang kecil di sudut
matanya. Tulisan itu begitu menyentuh dirinya masuk kedalam hati. Ia tak
menyangka bahwa dirinya masih begitu berarti bagi hidup orang lain dan
orang lain membutuhkannya, karena tanpa seorangpun tahu bahwa segala
keceriaan yang ia sering tampilkan itu tidak lain juga adalah cara ia
mencari akan arti hidupnya, ia ingin diakui.
Beberapa saat
kemudian Radit datang, ia membawa sekotak roti bakar mixing. Dan tentu
saja disambut sumringah oleh Tody yang berusaha tampil ceria. Karena itu
adalah roti bakar kesukaannya.
"Wah selai Mixing Datang, buat aku saja ya Dit semua,"
"Enak aja kau beli sendiri sana" ketus
Kemudian
makanlah mereka berdua atas roti bakar itu. Senda gurau meliputi mereka
berdua. Radit mulanya sewot namun perlahan terbawa pula oleh gurauan
Tody. Tody merasa sudah memukan jawaban atas pertannyaan tadi sore. Ia
lega, ia senang bahwa sahabatnya tidak kenapa - kenapa, sahabatnya hanya
menginginkan kehadirannya disampingnya.
Sebelum balik ke kost ia berkata kepada Radit" terima kasih kawan "
Radit
diam saja, hanya termangu mendengar ucapan sahabatnya itu. Sedangkan
Tody melangkah keluar. Pulang ? Mencari arti lain kehidupan ?
No comments:
Post a Comment