Saturday, April 25, 2015

Oh Kampungku


Sudah terbilang lama bagiku tidak menilik kampung halamanku. Bakalan, desa kecil di tepian sungai bengawan solo di Bojonegoro, Jawa timur. Desa damai dengan hamparan sawah nan luas. Desa dimana beras dihasilkan dan pertanian menjadi tumpuan serta harapan bagi kehidupan penduduknya. Di sini mayoritas penduduknya petani. Dan kebanyakan sudah berusia tidak muda karena para pemudanya lebih tertarik untuk bekerja di kota.

Dikala pagi datang, para petani di kampungku sudah bergegas beranjak ke sawah untuk mengurusi tanaman padinya. Banyak diantaranya berangkat ketika hari masih gelap, berduyun - duyun. Apalagi saat musim ini, banyak yang bekerja harian untuk mencabut tanaman gulma. Mereka bekerja dari pagi sehabis subuh sampai siang menjelang dzuhur. Mereka dibayar harian dan kebanyakan adalah ibu - ibu.

Pagi itu sekitar jam 6, aku sedang lari - lari menyusuri jalan kecil persawahan dekat rumahku. suasana masih berkabut dan cahaya mentari belum begitu nampak. Tiba-tiba kudengar seseorang memanggil
“ Mas Agus kapan datang ?” sapa seseorang.

Kemudian kulihat kearah suara itu berasal, ternyata itu suara Pak Listyono (Kepala desa). kemudian kujawab

“ Eh Pak Lurah, semalam pak sampai rumah, lagi apa Pak ?” tanyaku.

“ Ini, sedang mengantar sarapan buat ibu-ibu yang kerja ”. jawab beliau sambil mencabuti rumput di sawah miliknya bersama ibu - ibu yang kerja.

Diantara ibu - ibu itu kulihat Lek Fatonah tetangga dekat Ku. Beberapa saat kemudian Pak lurah mengajak ibu-ibu itu untuk sarapan. Mereka duduk di pematang sawah. Pak lurah tak ikut sarapan namun berbincang denganku di dekat ibu - ibu itu. Sekedar berbincang ringan, Ini itu.
“ Pak lurah ini hebat, meskipun jadi seorang lurah dan pengusaha, masih sempat - sempatnya ngurus sawah juga” tanyaku
(selain kepala desa beliau juga memiliki usaha percetakan dan sewa menyewa peralatan event). Ia tersenyum, kemudian menjawab
“ya beginilah mas, lha memang aslinya petani dan hidup juga dari pertanian”. 

Begitulah Ia, sederhana tidak menampakkan kehebatannya maupun Jaim akan jabatannya. Semangat pengabdiannya tak perlu diragukan, berbagai program penyaluran dana dari pemerintah digunakannya untuk memperbaiki berbagai prasarana desa. Ia sudah dua periode memimpin kampung dan ini adalah tahun ke enamnya.

Sesaat kemudian lek Fatonah bergabung untuk sekedar bertukar kabar sebelum kembali lagi bekerja. Sungguh wanita hebat meskipun dalam kesulitan, ia masih begitu semangatnya untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Rasa syukur kentara di wajahnya. setelah cukup lama berbincang akupun berpamitan dan beranjak pergi untuk melanjutkan lari pagi.

Begitulah kehidupan kampung ini. Kampung yang menyuguhkan semangat kerja keras, kesederhanaan serta rasa syukur bagi penghuninya. Mungkin sudah terlalu sering terdengar akan kebobrokan para petinggi negeri ini korupsi,kolusi,penyelewengan dan lainnya yang kian menyesakkan hati. Seakan tiada harapan lagi. Namun hal - hal sederhana tadi seolah - olah memberikan harapan. Bahwa sebenarnya di negeri ini masih banyak orang baik, pemimpin baik yang sungguh - sungguh ingin membaikkan negeri ini. Dan semoga lilin - lilin harapan seperti ini semakin banyak dan mampu mengurai gelapnya negeri ini.

No comments:

Post a Comment