Sudah lumayan lama kuberdiri di depan Aula kampus ini, menunggu. Siapakah
yang kutunggu ? hanya hati yang tahu. Aku tiada menunggu seseorang, suasanalah yang
kutunggu. Namun apakah benar - benar demikian adanya, apa itu hanya kebohongan pikiran saja. Sore hari di depan Aula kampus memanglah selalu menawan akan pemandangan senja harinya. Dan memang semester kali ini aku ambil
jadwal kuliah siang hingga sore.
Biasa kala sore habis
kuliah kuhabiskan setengah jam disini memandangi lukisan Tuhan yang
tiada tara indahnya. Cahaya sore memang seperti obat, yang mampu
menyembuhkan luka jiwa yang kasat terlihat.
Dan entahlah
mengapa setelah sekian lama menyendiri menutup hati, beberapa minggu ini
kulihat seseorang yang terlihat berbeda keindahannya dari orang -orang
lainnya. Hanya keindahanlah yang nampak dalam auranya. Namunlah sayang
aku tak tahu siapalah dia, yang kutahu kadang sesekali dalam beberapa
hari kulihat ia lewat di dekat sini. Pernah sekali berpapasan kulihat
ia, indah sekali matanya, hidungnya, bibirnya, parasnya. Namun sayang
lagi, ia tak melihatku. bukan hanya sekali namun beberapa kali seperti
itu. Oh Tuhan, kenapa aku berpikiran seperti itu. Mengapalah aku
berharap. Mengenal sajapun tidak.
Sore telah berlalu dan
esok hari datang lebih cepat. Ya, begitulah waktu. Terkadang ia terasa
begitu lama kadang berlalu cepat. Dan aku masih dengan pertanyaan dalam
diriku. Siapalah nama orang itu ? Jurusan apa ? Semoga saja jurusannya
adalah ke hatiku.
Keesokan hari, aku berencana meminjam
buku ke perpustakaan kampus. Sebelum nanti jam 1 masuk akan kuhabiskan
beberapa jam untuk melahap beberapa diktat. Kala aku masuk ke
perpustakaan, oh ternyata seseorang yang kutunggu itu sedang menulis
buku pengunjung disana. Sambil berlalu menaruh tas, dan mengisi buku
pengunjung kudapatlah nama seseorang tersebut "Sevia". Ia SEVIA, anak
akutansi angkatan baru. Namun kenapa baru sekarang kulihat ia,
sepertinya tak pernah kulihat ia selama masa ospek beberapa bulan
kemarin. Entahlah, tiada penting lagi hal tersebut. Yang terpenting
adalah sekarang ini, moment ini. Kemudian terpikir olehku bagaimana
mengenalinya dari dirinya sendiri. Nanti akan kucoba.
Sembari
mencari - cari diktat yang kuperlukan, kulihat ia sedang asik sendiri
dengan bukunya di meja baca. Kemudian kususul duduk dekat berseberangan
dengan mejanya. Ketika aku akan duduk, ia melihatku beberapa saat. Oh
Tuhan, indahnya mata itu. Lalu ia melanjutkan bacaannya. Siang itu
sungguh aku tak dapat berkonsentrasi dengan diktak-diktat tersebut. Aku
ingin mencoba membangun pembicaraan dengannya, tapi bagaimana apa yang
akan kutannyakan. Oh ide brilian datang, aku akan berpura - pura pinjam
pulpen. Ketika kuakan berbicara kulihatnya menatapku dan berkata
"Abang yang sering didepan aula kampus tiap sore hari kan"
Ha, sedikit tidak percaya
"Ah,
iya iya kok kamu bisa tahu ?" Kemudian ia tersenyum kecil seperti ingin
menimpali "Aku sering lewat jalan depan aula kalo mau balik''
"Masa sih, tapi aku kok jarang nampak kamu"
"haha, kadang aku jalan kadang bawa motor Bang"
"Oh iya, kenalkan Alfi" sambil kuulurkan tangan ku padanya
"Sevia"
"bisa Pinjam pulpennya ?"
''silahkan bang" terjulurlah tangan halus nan bersih tersebut.
Dan
semenjak itulah, pintu pintu berkarat yang telah lama tertutup itu perlahan
namun pasti terbuka untuk menyambut seseorang yang telah lama didambakan
dan dinanti. Hati memang selalu butuh keyakinan akan dirinya sendiri, ia akan selalu egois jikalau tidak ada hukum Tuhan yang melarang.
No comments:
Post a Comment