Monday, April 27, 2015

Sunset Mengantarmu Padaku


Sudah lumayan lama kuberdiri di depan Aula kampus ini, menunggu. Siapakah yang kutunggu ? hanya hati yang tahu. Aku tiada menunggu seseorang, suasanalah yang kutunggu. Namun apakah benar - benar demikian adanya, apa itu hanya kebohongan pikiran saja. Sore hari di depan Aula kampus memanglah selalu menawan akan pemandangan senja harinya. Dan memang semester kali ini aku ambil jadwal kuliah siang hingga sore.

Biasa kala sore habis kuliah kuhabiskan setengah jam disini memandangi lukisan Tuhan yang tiada tara indahnya. Cahaya sore memang seperti obat, yang mampu menyembuhkan luka jiwa yang kasat terlihat.

Dan entahlah mengapa setelah sekian lama menyendiri menutup hati, beberapa minggu ini kulihat seseorang yang terlihat berbeda keindahannya dari orang -orang lainnya. Hanya keindahanlah yang nampak dalam auranya. Namunlah sayang aku tak tahu siapalah dia, yang kutahu kadang sesekali dalam beberapa hari kulihat ia lewat di dekat sini. Pernah sekali berpapasan kulihat ia, indah sekali matanya, hidungnya, bibirnya, parasnya. Namun sayang lagi, ia tak melihatku. bukan hanya sekali namun beberapa kali seperti itu. Oh Tuhan, kenapa aku berpikiran seperti itu. Mengapalah aku berharap. Mengenal sajapun tidak.

Sore telah berlalu dan esok hari datang lebih cepat. Ya, begitulah waktu. Terkadang ia terasa begitu lama kadang berlalu cepat. Dan aku masih dengan pertanyaan dalam diriku. Siapalah nama orang itu ? Jurusan apa ? Semoga saja jurusannya adalah ke hatiku.

Keesokan hari, aku berencana meminjam buku ke perpustakaan kampus. Sebelum nanti jam 1 masuk akan kuhabiskan beberapa jam untuk melahap beberapa diktat. Kala aku masuk ke perpustakaan, oh ternyata seseorang yang kutunggu itu sedang menulis buku pengunjung disana. Sambil berlalu menaruh tas, dan mengisi buku pengunjung kudapatlah nama seseorang tersebut "Sevia". Ia SEVIA, anak akutansi angkatan baru. Namun kenapa baru sekarang kulihat ia, sepertinya tak pernah kulihat ia selama masa ospek beberapa bulan kemarin. Entahlah, tiada penting lagi hal tersebut. Yang terpenting adalah sekarang ini, moment ini. Kemudian terpikir olehku bagaimana mengenalinya dari dirinya sendiri. Nanti akan kucoba.

Sembari mencari - cari diktat yang kuperlukan, kulihat ia sedang asik sendiri dengan bukunya di meja baca. Kemudian kususul duduk dekat berseberangan dengan mejanya. Ketika aku akan duduk, ia melihatku beberapa saat. Oh Tuhan, indahnya mata itu. Lalu ia melanjutkan bacaannya. Siang itu sungguh aku tak dapat berkonsentrasi dengan diktak-diktat tersebut. Aku ingin mencoba membangun pembicaraan dengannya, tapi bagaimana apa yang akan kutannyakan. Oh ide brilian datang, aku akan berpura - pura pinjam pulpen. Ketika kuakan berbicara kulihatnya menatapku dan berkata
"Abang yang sering didepan aula kampus tiap sore hari kan"
Ha, sedikit tidak percaya
"Ah, iya iya kok kamu bisa tahu ?" Kemudian ia tersenyum kecil seperti ingin menimpali "Aku sering lewat jalan depan aula kalo mau balik''
"Masa sih, tapi aku kok jarang nampak kamu"
"haha, kadang aku jalan kadang bawa motor Bang"
"Oh iya, kenalkan Alfi" sambil kuulurkan tangan ku padanya
"Sevia"
"bisa Pinjam pulpennya ?"
''silahkan bang" terjulurlah tangan halus nan bersih tersebut.

Dan semenjak itulah, pintu pintu berkarat  yang telah lama tertutup itu perlahan namun pasti terbuka untuk menyambut seseorang yang telah lama didambakan dan dinanti. Hati memang selalu butuh keyakinan akan dirinya sendiri, ia akan selalu egois jikalau tidak ada hukum Tuhan yang melarang.

No comments:

Post a Comment