Saturday, November 21, 2015

Resensi Novel Hujan Bulan Juni

Novel ini adalah sebuah pengembangan dari puisi - puisi Sapardi djoko damono yang berjudul sama. untuk ukuran sebuah novel, Panjang dari novel ini termasuk singkat, jumlah halamannya tidak lebih dari 135 halaman. Yang menarik perhatian dari novel ini adalah bahwa karya ini bersumber dari puisi - puisi dasyat dari Sapardi.

Novel ini bermula pada kisah seorang dosen Muda Universitas Indonesia bernama Sarwono yang berasal, seorang antropolog cerdas yang memiliki banyak prestasi dalam penelitian dalam bidang antropologi. Sarwono digambarkan sebagai sosok yang mandiri dan tak ingin menggantungkan diri pada orang tuannya. sejak kuliah ia sudah terbiasa mengirimkan karya - karya tulisnya ke redaksi penerbitan yang ada di jakarta untuk menyambung hidup dan kuliahnya di sana. Pada kisah ini tertulis bahwa tiga puisinya diterbitkan di surat kabar. puisi ini tak disebutkan diawal cerita, karena puisi inilah nanti yang akan menutup novel ini. Puisinya sungguh dasyat. dan dari semua cerita dibuku ini justru tiga puisi tersebutlah yang paling menarik dan begitu berbobot.

Dalam kisah ini terlukis juga kisah cinta sarwono dengan seorang wanita bernama pingkan. Pingkan adalah seorang bedarah Jawa-Manado yang mana juga merupakan dosen briliant pada bidang kebudayaan jepang di Universitas Indonesia juga. Pingkan mendeskripsikan dirinya sebagai seorang jawa meskipun raut mukanya lebih mirip orang manado. Hal ini sebab ia sejak kecil telah lama tinggal di solo. pada suatu kesempatan mereka berdua di tugaskan oleh pihak kampus untuk melakukan kunjunghan dinas ke Gorontalo untuk membuka sebuah prodi baru di kampus sana. dari perjalanan inilah hati mereka terbuka dan saling terpaut. setelah beberapa hari di sulawesi utara sudah saatnya mereka kembali lagi ke Jakarta, namun sayang mereka tidak bisa balik bersamaan karena pingkan diminta kerabatnya untuk tinggal seberapa hari disana. dan kabarnya disana oleh tantenya memang pingkan ingin dijodohkan dengan seorang menado. Padahal hati pingkan pada saat itu hanya untuk sarwono belaka. pada jarak yang memisahkan, kisah mereka dihiasi dengan saling berkirim pesan singkat melalui whatsaap untuk melepas bilah - bilah rindu pada diri mereka. 

Kemudian kisah terus berlanjut, ibu pingkan menyetujui hubungan mereka begitupun keluarga sarwono. jalan sudah terbuka lebar untuk hubyungannya. namun yang dirasa berat oleh mereka berdua ( terutama sarwono ) adalah perihal tentang kepergian Pingkan untuk menempuh pendidikannya di Kyoto. Sarwono terus terpikir akan kepergian pingkan ke Jepang. karena disana ada seseorang yang menyukai pingkan, dan pingkan dimasa lalunya juga sepertinya terpikat dengan pria jepang tersebut. Pesan - pesan rutin dari pingkan dari jepang tak surut menghilangkan keresahan hatinya. ia sungguh tak ingin kehilangan pingkan, meskipun ia tahu juga bahwa pingkan juga mencintainya. setelah beberapa bulan kepergian pingkan ke jepang, kesehatan sarwono menurun dan ia tak lagi mengirim kabar ke pingkan beberapa hari. Dan ketika pingkan datang ke jakarta bersama mahasiswa bimbingannya ia barulah mendengar kabar bahwa sarwono sedang sakit parah. Tak ayal lah seketika ia berangkat ke solo dan menyerahkan tugas membumbingnya pada pria jepang tadi. dan ketika ia sampai di solo, segeralah ia menuju rumah sakit dan disana sarwono tergelak lemah. ia dijumpai ibu sarwono di luar dan disitulah koran yang berisi tiga puisi itu tadi diserahkan ke pingkan. Berikut Puisinya:

/1/
Bayang-bayang hanya berhak setia
Menyusun partitur ganjil
Suaranya angin tumbang

Agar bisa berpisah
Tubuh ke tanah
Jiwa ke angkasa
Bayang-bayang ke sebermuda

Suaramu lorong kosong
Sepanjang kenanganku
Sepi itu, air mata itu

Diammu ruang lapang
Seluas angan-anganku
Luka itu, muara itu

/2/

Di jantungku
Sayup terdengar
Debarmu hening

Di langit-langit
Tempurung kepalaku
Terbit silau 
Cahayamu

Dalam intiku
Kau terbenam

/3/

Kita tiada akan bertemu:
Aku dalam dirimu

Tiadakah pilihan
Kecuali di situ?

Kau terpencil dalam diriku
*


No comments:

Post a Comment